Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya peran menteri keuangan dunia dalam upaya merespon perubahan iklim.
Dalam pertemuan para Menteri ke-9 di Union of Finance Ministers di Washington, Sri Mulyani menilai kebijakan yang diambil terkait alokasi sumber daya dan investasi dalam inovasi akan berdampak besar terhadap risiko perubahan iklim. Ia juga mendorong Menkeu untuk merumuskan strategi percepatan pencapaian target iklim dengan tetap menjaga momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Sri Mulyani menuturkan, permasalahan global yang dihadapi saat ini adalah pelemahan ekonomi pada 2023 dan potensi tidak tercapainya target 1,5 derajat Celcius untuk membatasi laju pemanasan global antara 2030-2035.
“Dalam menghadapi dua tantangan tersebut, kita harus menyadari bahwa iklim dan pembangunan seperti dua sisi mata uang. Jika keduanya kita pisahkan, hanya akan membatasi sumber daya dan menghambat upaya pencapaian target Paris Agreement,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (18/4).
Sri Mulyani mengatakan, saat Indonesia menjabat sebagai Ketua ASEAN 2023, ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Versi 2 dirilis pada Maret 2023. ATSF Versi 2 dapat mencakup kebutuhan penilaian yang lebih menyeluruh terkait kontribusi fase batu bara – program keluar. dan upaya dekarbonisasi.
Pada pertemuan ini, Finlandia juga menyerahkan posisi Co-Chair of the Coalition of Finance Ministers for Climate Action kepada Belanda. Sedangkan Indonesia akan tetap menjabat sebagai Co-Chairman dengan perpanjangan satu tahun, dari April 2023 hingga 2024.
Dalam sesi terakhir, Menteri Keuangan Belanda Sigrid Kaag selaku Co-Chair yang baru menyampaikan bahwa dalam aksi perubahan iklim, khususnya pembiayaan transisi, suatu negara membutuhkan kapasitas fiskal yang memadai. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan berbagai gerakan kebijakan, sumber daya fiskal merupakan salah satu komponen utamanya.
Ia mencontohkan, pemberian insentif kepada sektor swasta dan sektor publik, bisa menjadi pilihan kebijakan untuk memuluskan proses transisi, terutama di negara berkembang. Selain itu, keberadaan aturan juga penting untuk dapat mengendalikan dinamika proses transisi ke arah yang diinginkan.