Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui kesulitan dalam pembiayaan pensiun dini PLTU di Indonesia sebagai salah satu upaya transisi energi. Karena itu, dia akan melobi negara-negara di grup G20 agar mengakui pembiayaan pensiun dini PLTU sebagai pembiayaan berkelanjutan.
Menurut Menkeu, regulasi menjadi salah satu tantangannya. Banyak lembaga keuangan dunia dan dana investasi bersedia membiayai transisi energi, tetapi enggan untuk terlibat dalam proyek yang berhubungan dengan batu bara.
Padahal, kalau PLTU Batubara Indonesia mau melakukan transisi, tidak bisa ditutup mendadak. PLN bilang bisa tutup PLTU mana saja, tapi kalau milik PLN akan berdampak pada pengurangan PLN, kalau milik IPP maka IPP gugat PLN dan PLN rugi, minta uangnya ke saya (Kemenkeu). ,” ujarnya dalam EBTKE ConEx 2023, dikutip Kamis (13/7).
Dia percaya bahwa ini adalah sesuatu yang harus dikomunikasikan kepada dunia, transisi energi tidak seperti meremas-remas, itu membutuhkan proses. Dari perspektif regulasi, para menteri keuangan di ASEAN telah menyepakati Taksonomi ASEAN untuk Keuangan Berkelanjutan versi 2.
Menurut Sri Mulyani, hal itu untuk menghilangkan kendala bagi lender atau investor bahwa regulasi saat ini membolehkan pembiayaan pensiun dini PLTU sebagai bagian dari proses transisi energi.
“Kami di Kemenkeu bersama OJK di ASEAN Menkeu meminta aturan terkait pembiayaan untuk transisi diakui (hijau), bukan dihukum. Ini juga yang akan kami hadirkan di forum G20. Akhir pekan ini saya akan hadir pada G20 Finance Ministers di Gujarat, sebagai salah satu agenda global agar pendanaan transisi energi tidak terkendala,” ujarnya.
Namun, ketika dana untuk transisi energi tersedia, akhirnya lembaga keuangan dunia dan dana investasi akan bertanya-tanya proyek mana yang akan dibiayai. Menurut Menkeu, peran PLN di sini sangat penting.
“Kita mungkin berbicara tentang potensi pembiayaan dengan berbagai cara, tetapi jika tidak ada transaksi, maka tidak akan terjadi apa-apa. Transaksinya berarti PLN, bagaimana transisi dari berbasis batu bara menjadi kurang berbasis batu bara dan memasukkan lebih banyak energi terbarukan,” katanya.
Dua Jenis Pembiayaan Transisi Energi
Untuk mendukung transisi energi di Indonesia, pemerintah mengembangkan Platform Mekanisme Transisi Energi Nasional yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Menkeu mengatakan, platform ini untuk menunjukkan bahwa ada dua jenis pembiayaan yang dibutuhkan untuk transisi di Indonesia.
“Salah satunya mengurangi batu bara, ini bisa berarti pensiun dini PLTU, baik PLTU milik PLN maupun IPP, yang sebelumnya dimajukan dari 2050 ke 2030. Ini perhitungan pensiun dini. Ini pendanaan pertama yang dibutuhkan,” ujar Menkeu.
Selanjutnya, setelah porsi pembangkit berbahan bakar batu bara dikurangi, diperlukan pendanaan untuk mengembangkan kapasitas pembangkit energi terbarukan untuk menggantikan kapasitas pembangkit berbahan bakar batu bara yang pensiun dini.
“Kalau (pembangkit) berbahan dasar batu bara dihentikan, (produksi) energi akan turun, padahal kebutuhan energi terus meningkat. Jadi perlu diganti dengan yang terbarukan,” ujarnya.