Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dikabarkan telah mengumumkan calon presidennya untuk pemilu 2024.
Ketua DPP PDIP, Puan Maharani mengatakan, Megawati sudah memutuskan calon presiden dari partai tersebut, meski belum diumumkan.
“Ibu [Megawati] sudah ada nama di sakunya. Baru saja diumumkan. Jadi tidak perlu menengok ke kiri dan ke kanan. Tidak perlu bingung orang ini, orang itu, saya kira orang ini dan orang itu,” ujar Puan Insin (9/1/2023).
Sehubungan dengan perayaan HUT ke-50 PDIP yang digelar pekan lalu, Megawati belum juga menetapkan calon presiden. Namun dalam pidatonya ia banyak menyinggung tentang peran perempuan dalam perpolitikan Indonesia. Hal itu pun menimbulkan spekulasi bahwa Megawati akan menunjuk putranya Puan Maharani untuk bertarung di pemilu 2024.
Dalam sejarahnya, PDIP sudah dua kali kalah dan dua kali menang dalam empat pemilihan presiden terakhir. PDIP mengajukan calon presidennya untuk pertama kali pada pemilihan presiden 2004. Saat itu, PDIP dan Partai Damai Sejahtera (PDS) mencalonkan Megawati sebagai calon presiden. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi adalah calon wakil presiden.
(Baca: Soal Capres PDIP, Puan Sebut Tak Ada Bintang yang Bersinar Sendirian)
Pemilihan presiden 2004 berlangsung dalam dua putaran. Di putaran pertama, pasangan calon Megawati-Hasyim bersaing dengan empat pasangan calon lainnya. Terdiri dari Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Di putaran kedua, pasangan calon Megawati-Hasyim Muzadi berhadapan dengan pasangan calon SBY-Jusuf Kalla (JK). Megawati dan Muzadi kalah dengan perolehan suara 39,38%.
Di sisi lain, SBY dan JK meraih 60,62% suara. Mereka adalah pasangan calon yang diusung Partai Demokrat, Partai Bulan Sabit (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Megawati kalah meski petahana. Putri Presiden Soekarno menjabat sebagai Presiden antara Juli 2001 dan Oktober 2004. Dia menggantikan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dimakzulkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebelumnya, dia adalah wakil presiden Gus Dur.
Pada pemilihan presiden 2009, PDIP kembali mencalonkan Megawati sebagai calon presiden. Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto adalah calon wakil presiden.
Megawati dan Prabowo berhadapan dengan dua pasangan calon lain di Pilpres 2009. Mereka adalah SBY-Boediono dan JK-Wiranto. JK dan Wiranto adalah pasangan calon yang didukung oleh Parti Golongan Karya (Golkar) dan Parti Nurani Rakyat (Hanura).
Pasangan calon Megawati-Prabowo kalah dengan perolehan suara 26,79%. Pasangan calon SBY-Boediono meraih 60,80% suara. Sedangkan pasangan calon Jusuf Kalla-Wiranto memperoleh 12,41% suara.
Pada pemilihan presiden 2014, PDIP menerjunkan calon selain Megawati untuk pertama kalinya. Partai banteng mendatangkan Joko Widodo (Jokowi). Saat itu, Jokowi belum selesai menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi maju ke pemilihan presiden 2014 dengan JK sebagai calon wakil presiden. Politisi berbaju kotak-kotak itu berhasil meraih 53,15% suara. Ini mengalahkan pasangan calon Prabowo-Hatta Rajasa yang memperoleh 46,85% suara.
Pilpres 2014 menandai kemenangan pertama calon presiden yang diusung PDIP sejak 2004. Hal itu sekaligus menandai peralihan posisi PDIP di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari oposisi menjadi pendukung pemerintah.
Pada Pilpres 2019, PDIP kembali mengusung Jokowi. Kali ini politisi asal Surakarta, Jawa Tengah itu berpasangan dengan Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden.
Pasangan calon Jokowi-Ma’ruf Amin meraih 55,5% perolehan suara. Di sisi lain, pasangan calon Prabowo-Sandiaga Uno kalah dengan perolehan suara 44,5%.
Sejak pemilihan presiden 2014, PDIP memperkuat dukungan pemilihnya. Hal itu terlihat dari peningkatan 2,35 poin perolehan suara yang diraih oleh Jokowi dan calon wakil presidennya.