Sejarah berdirinya perusahaan farmasi PT Kimia Farma tidak hanya menandai awal dari industri farmasi tanah air, tetapi juga pendudukan Belanda di Indonesia.
Meski jejak kolonialisme Belanda terlihat jelas, Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte tidak menyebut Indonesia dalam permintaan maaf negeri kincir angin itu kepada para korban perbudakan masa lalu dan keturunannya.
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co pada tahun 1817 untuk memenuhi kebutuhan pelayanan farmasi negara tersebut. Inilah perusahaan yang memulai Kimia Farma.
(Baca: Kengerian Perbudakan Belanda di Balik Permintaan Maaf PM Rutte)
Kimia Farma didirikan ketika perubahan besar terjadi di Belanda. William Frederick baru mulai memimpin Kerajaan Belanda sebagai Raja William I pada tahun 1815. Setahun kemudian, Belanda mulai menghentikan perdagangan budak trans-Atlantik.
Setelah kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mulai membangun perusahaan farmasi nasional pada tahun 1958. Hal itu dicapai melalui penggabungan beberapa perusahaan farmasi menjadi Syarikat Farmaseutikal Negara (PNF) Bhinneka Kimia Farma. Hingga tahun 1969, pemerintah terus menggabungkan perusahaan farmasi lain ke dalam Bhinneka Kimia Farma. Perusahaan tersebut adalah PN Nakula Farma, PN Raja Farma dan PN Sari Husada.
Pada tahun 1971, pemerintah resmi mendirikan Kimia Farma dengan mengubah PN Bhinneka Kimia Farma menjadi perseroan terbatas (PT). Nama perusahaan juga berubah menjadi Kimia Farma saja.
Kimia Farma menjadi PT ketika pemerintah Indonesia mendorong penanaman modal asing langsung dan membangun industri farmasi dalam negeri. Pada tahun 1967, misalnya, Indonesia mengeluarkan UU No. 1 tentang Penanaman Modal Asing (PMA).
Pada pertengahan tahun 1970-an, pemerintahan Presiden Suharto memperluas direktorat jenderal farmasi menjadi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Hal ini merupakan langkah pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap industri yang sedang berkembang.
(Baca: Mengenal BPOM, Lindungi Masyarakat dari Obat dan Makanan Berbahaya)
Pada tahun 2001, Kimia Farma memasuki babak baru dengan mencatatkan diri di bursa efek lokal. Perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta Pusat ini memiliki simbol saham KAEF. Harga saham Kimia Farma anjlok 54,82% menjadi Rp 1.125 per saham pada Jumat sore (23/12/2022) dibandingkan awal tahun 2022.
Kimia Farma memulai babak baru di tahun 2018 dengan membentuk anak usaha ritel farmasi di Arab Saudi, Kimia Farma Dawaa, Co., Ltd. Kimia Farma memegang 60% saham perusahaan, sedangkan perusahaan farmasi Dawaa Medical Limited Company memegang sisanya.
Mulai tahun 2020, Kimia Farma bergabung dengan PT Bio Farma sebagai induk perusahaan farmasi milik pemerintah tersebut. Pembentukan holding company ini sejalan dengan langkah pemerintah untuk mengefisienkan jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pembentukan induk juga terjadi saat pandemi COVID-19 melanda kesehatan dan perekonomian masyarakat Indonesia. Kimia Farma telah berperan dalam pengujian dan vaksinasi COVID-19.
Saat ini Kimia Farma memiliki 10 fasilitas produksi, 49 distributor, 1.232 apotek, 400 klinik kesehatan, tiga klinik kecantikan, dan 72 laboratorium klinik.