Beberapa waktu lalu, Arema FC mengumumkan mundur dari kompetisi Liga 1 2022-2023 dan dibubarkan. Namun wacana itu langsung dibantah oleh pendukungnya, Aremania. Sejarah Aremania memang mengiringi perjalanan Arema FC, sehingga tak heran jika suara suporter diperhitungkan.
Mengenai kapan tanggal pasti kelompok suporter ini “lahir” belum diketahui secara pasti. Namun, nama Aremania sendiri mulai muncul pada tahun 1994. Saat itu salah satu pengurus Arema FC, Ovan Tobing, mengenakan jaket bertuliskan Aremania.
Aremania bisa dikatakan sebagai salah satu suporter klub sepak bola paling setia di Indonesia. Dalam setiap pertandingan yang diikuti oleh Arema FC, Aremania selalu didampingi oleh suporter setianya. Bahkan Aremania adalah “pemain ke-12” Arema FC.
Maka dari itu, berikut sejarah Aremania dari awal, hingga menjelma sebagai suporter yang cinta damai, sportif, loyal, dan atraktif.
Awal dari Aremania
Sejarah Aremania jelas berawal dari kemunculan Arema FC sebagai klub sepak bola asal Malang yang berdiri pada 11 Agustus 1987. Namun, saat itu nama Aremania belum menjadi nama resmi suporter Arema FC. Pada awalnya suporter klub sepak bola ini tidak memiliki nama.
Sebelum nama Aremania muncul, dan berubah menjadi organisasi suporter Arema FC, tercatat berbagai geng yang ada di Malang. Sebut saja Armada Gombal (Argom), Perkumpulan Residivis Malang (Prem), Anak Ganas Sumbersari (Saga), dan Vederasi Anak Jahat Rintangan Ringan (Van Halen).
Kemudian, Arek Panjaitan (Arpanja), Armada Nakal (Arnak), Badak Keras (Anker), Gabungan Anak Syaitan (GAS), Gang Gereja Arek Kayutangan (Aregrek), Ermera, dan Arpol.
Aktivitas geng-geng tersebut cenderung negatif, seperti mabuk-mabukan, membuat kerusuhan, bahkan terlibat narkoba, tawuran, dan tindakan kriminal lainnya.
Namun setelah Arema FC lahir, geng-geng yang tersebar di Malang bersatu dalam wadah bernama Aremania dan meninggalkan kehidupan geng tersebut. Jargon yang selalu diucapkan adalah “Salam Satu Jiwa Arema”.
Nama Aremania sendiri bukanlah nama resmi suporter Arema FC. Saat itu kelompok suporter ini belum memiliki nama khusus. Ovan Tobing pertama kali memperkenalkan nama Aremania pada 4 September 1994.
Mengutip akun Instagram @memoryarema, diketahui jaket Aremania berwarna merah dikenakan Ovan Tobing pada 4 September 1994. Tulisan Aremania ditempelkan di bagian belakang jaket dengan bordiran huruf kapital.
Mengutip wearemania.net, kata Ovan Tobing, saat itu banyak wartawan yang mengelilinginya menanyakan apa arti nama Aremania di bagian belakang jaket itu.
Ia menganggap jaket itu keramat, karena dari situlah nama Aremania berasal. Dari situlah lahir pilar Aremania hingga kini namanya menjadi kebanggaan suporter Arema FC.
Menjadi Grup Suporter Terkeren
Sejarah Aremania panjang dan penuh lika-liku. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kelompok suporter Arema FC lahir tidak hanya dari pecinta sepak bola, tetapi juga dari geng-geng yang sebelumnya tersebar di seluruh Malang.
Tak heran Aremania kemudian memiliki reputasi yang ditakuti. Sebab, setiap kali Arema FC bertemu dengan tim lain, hampir dipastikan akan terjadi adu mulut antar suporter.
Namun, seiring berjalannya waktu, Aremania menyadari dirinya untuk menunjukkan bahwa mendukung tim kesayangannya tidak harus berpikiran sempit. Oleh karena itu, Aremania kemudian berbenah dan mulai mengubah citranya, menjadi damai, sportif, loyal dan atraktif.
Mengutip www.babelinsight.id, Aremania adalah salah satu pelopor kreatifitas suporter sepak bola Indonesia. Aksi seru yang disuguhkan Aremania selama pertandingan Arema FC ditiru suporter klub sepak bola lainnya.
Selain menarik ribuan suporter lewat koreografi dan yel-yelnya, Aremania juga kerap memasang spanduk-spanduk raksasa dukungan.
Sejarah Aremania juga dibarengi dengan beberapa penghargaan, misalnya menjadi suporter terbaik Divisi Utama Indonesia tahun 2000. Kemudian dinobatkan sebagai suporter terbaik pada kompetisi Copa Indonesia 2006.
Aremania juga berhasil menyabet gelar suporter terbaik dalam turnamen Piala Sudirman 2016. Predikat tersebut berhasil diraih, karena sepanjang turnamen Aremania menunjukkan sportivitas dan kedewasaan.
Lantaran aksi yang menarik dan damai tersebut, pertandingan yang melibatkan Arema FC nyaman untuk disaksikan semua kalangan. Bahkan para ibu-ibu yang dulunya takut menonton pertandingan juga aktif mendukung Arema FC saat bertanding.
Tak hanya itu, melalui Aremania menciptakan suasana kompetisi yang aman dan atraktif, ibu-ibu asal Malang ini kemudian membentuk suporter sendiri untuk mendukung Arema FC, yaitu Aremanita.
Kontroversi Aremania
Meski dibarengi dengan banyak cerita indah, sejarah Aremania juga tak lepas dari cerita kelam. Seperti yang sudah disebutkan, di awal perjalanannya, kelompok suporter Arema FC ini hampir selalu terlibat tawuran dengan suporter klub sepak bola lain saat bertanding.
Di antara beberapa insiden yang melibatkan Aremania, terdapat dua insiden yang relatif besar, yakni pada babak 8 besar Divisi Utama Indonesia 2007, dan Tragedi Stadion Kanjuran yang terjadi pada 1 Oktober 2022.
1. Kerusuhan 8 Besar Liga Indonesia 2007
Pada putaran ke-8 Divisi Utama Indonesia 2007, Aremania dikabarkan melakukan aksi anarkis. Saat itu, Arema FC menghadapi Persiwa Wamena pada 16 Januari 2008.
Sepanjang pertandingan, Aremania tetap melakukan aktivitas layaknya suporter sepak bola dengan membuat lagu sendiri dan gerakan yang unik.
Namun, pertandingan harus dihentikan pada menit ke-71 saat Persiwa menang 2-1 dari Arema. Pasalnya, Aremania yang tidak puas dengan kepemimpinan wasit mengambil alih lapangan dan merusak Stadion Brawijaya.
Akibatnya, Aremania dilarang mengenakan atribut saat mendukung Arema FC selama dua tahun dan dilarang mendukung Arema FC saat bermain tandang.
Hukuman ini diterima oleh seluruh Aremania dan dapat dilaksanakan selama dua tahun, dimana Aremania hanya mengenakan pakaian hitam dan bendera merah putih saat menonton pertandingan.
2. Tragedi Stadion Kanjuruhan
Sejarah tergelap Aremania rupanya terjadi pada 1 Oktober 2022 yang dijuluki sebagai “Tragedi Stadion Kanjuruhan”. Saat itu sempat terjadi insiden penggerebekan penonton yang tewas saat pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Laga berjuluk “Derby Super Jawa Timur” itu dimenangkan oleh Persebaya dengan skor 3-2.
Selama pertandingan berlangsung, situasi keamanan berjalan dengan baik dan tidak ada insiden yang berarti. Usai pertandingan, empat penonton masuk ke lapangan untuk berfoto bersama para pemain Arema.
Menurut seorang saksi, keempat penonton tersebut kemudian dikejar oleh polisi yang menyita pakaian mereka, dilanjutkan dengan pemukulan. Hal ini memicu suporter lainnya untuk masuk ke area lapangan, dimana sekitar 3.000 Aremanians masuk ke dalam lapangan.
Suporter bertebaran di lapangan, mencari pemain dan ofisial tim Arema, hingga menuntut penjelasan atas kekalahan tersebut. Pasalnya, selama 23 tahun Arema FC tak pernah kalah melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan.
Satpam dan polisi berusaha mengeluarkan lebih banyak Aremania dari lapangan namun gagal. Beberapa orang Aremania mulai melempar benda, merusak kendaraan polisi, dan mulai membakar stadion.
Setelah tindakan pencegahan gagal, polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa di lapangan. Awalnya, polisi menembakkan gas air mata ke arah halte 12, kemudian halte 10, 11 dan 14 menjadi sasaran, disusul halte selatan dan utara. Hal tersebut membuat para Aremaniak yang berada di lokasi tersebut lari menuju pintu keluar yaitu pintu 12-14 untuk menghindari gas air mata.
Namun, semua gerbang dikunci kecuali gerbang 14 yang mengakibatkan kemacetan, penindasan massa dan mati lemas, dengan sebagian besar korban ditemukan di gerbang 13 dan 14. Pada 5 Oktober 2022, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengkonfirmasi 131 kematian akibat tragedi ini.
Akibat kejadian itu, Presiden Joko Widodo memerintahkan asosiasi untuk menangguhkan seluruh pertandingan Liga 1 hingga dilakukan penilaian perbaikan prosedur pengamanan.
Disusul dengan tim pencari fakta bersama yang memutuskan semua pertandingan liga sepak bola, mulai dari Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 ditangguhkan hingga Presiden menyatakan bisa dinormalisasi.