Indonesia disebut mampu menghemat kebutuhan investasi hingga US$ 3,8 triliun atau sekitar Rp 58 kuadriliun, dan mencapai puncak emisi karbon tiga tahun lebih cepat jika target emisi nol bersih tercapai pada 2050 atau satu dekade lebih cepat dari target pemerintah pada 2018. 2060.
Temuan tersebut mengacu pada laporan High Level Policy Commission on Getting Asia to Net Zero yang diadakan oleh Asian Community Policy Institute. Sebuah laporan baru-baru ini berjudul Getting Indonesia to Net Zero mengkaji berbagai biaya, manfaat, dan dampak dari target emisi nol bersih Indonesia pada tahun 2060.
Laporan ini mengeksplorasi skenario di mana Indonesia meningkatkan ambisinya untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara lebih cepat pada tahun 2040 dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.
Presiden Asosiasi Asia yang juga mantan Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd mengatakan, laporan ini menunjukkan bahwa transisi ke nol emisi tidak hanya mengatasi krisis iklim, tetapi juga menawarkan peluang ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.
“Dengan memprioritaskan energi surya dan angin serta berinvestasi pada teknologi baru, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan neraca perdagangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Laporan ini memberikan peta jalan bagi Indonesia untuk mewujudkan manfaat transisi tersebut,” kata Rudd, Jumat (17/3).
Pada tahun 2021, pemerintah Indonesia mengumumkan tujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060. Laporan ini menunjukkan bahwa, jika Indonesia mencapai target emisi 2060, investasi yang dibutuhkan akan mencapai US$ 5 triliun dan mengarah ke puncak emisi paling cepat pada tahun 2030.
PDB Indonesia dalam jangka menengah akan meningkat sebesar 5% pada tahun 2032, menciptakan hingga dua juta lapangan kerja baru pada tahun 2039, dan meningkatkan neraca perdagangan sebesar US$48 miliar. Namun, jika Indonesia menerapkan kebijakan dekarbonisasi yang lebih ambisius dengan lebih cepat, investasi yang perlu dilakukan dapat dikurangi secara signifikan.
Memajukan target emisi nol bersih hingga 2050 sambil menghapus subsidi berbasis batu bara secara bertahap dapat mengurangi investasi ekonomi yang dibutuhkan menjadi US$3 triliun sekaligus meningkatkan PDB hingga 5,3% di atas garis dasar 2031.
Melakukan hal itu sambil memprioritaskan energi terbarukan berbiaya rendah seperti matahari dan angin dapat mengurangi biaya investasi hingga US$1,2 triliun, dan memungkinkan emisi mencapai puncaknya lebih cepat, pada tahun 2027.
Menurut Rudd, sebagai tuan rumah G20 tahun 2022, Indonesia menekankan pentingnya pemulihan hijau dan transisi energi bersih di tingkat global.
“Para pemimpin Indonesia dapat menggunakan pengalamannya untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan hijau dapat mendorong pembangunan ekonomi dan meningkatkan kemakmuran, yang dapat menjadi contoh penting bagi negara-negara berkembang lainnya di Asia,” ujarnya.
Dalam skenario terakhir, dampak negatif dari transisi nol bersih pada pengeluaran rumah tangga juga dapat dikurangi setengahnya.
Target 2060 dapat menyebabkan pengurangan pengeluaran rumah tangga sebesar US$189 miliar karena kenaikan harga dan inflasi. Tetapi target tahun 2050 dengan fokus yang lebih kuat pada tenaga surya dan angin dapat semakin mengurangi pengeluaran menjadi hanya US$63 miliar.
Mantan Menteri Keuangan Indonesia Muhamad Chatib Basri menekankan pentingnya langkah-langkah untuk mendukung kelompok rentan.
Misalnya, dengan memperkenalkan kembali subsidi bahan bakar fosil, mengalihkan insentif dari sektor kotor ke sektor terbarukan, dan mempercepat penerapan pajak karbon, pemerintah dapat menggunakannya untuk membantu populasi yang rentan mengatasi kenaikan biaya hidup.
“Program sosial pemerintah dapat memberikan dukungan pendapatan dan melatih kembali pekerja bahan bakar fosil untuk memanfaatkan peluang dalam ekonomi rendah karbon,” kata Chatib.
Laporan ini menawarkan tiga rekomendasi utama untuk dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan di Indonesia. Pertama, para pejabat dapat berfokus pada langkah-langkah kebijakan yang memanfaatkan transisi energi Indonesia untuk memberikan manfaat nyata bagi rumah tangga lokal.
Kedua, pemerintah dapat memprioritaskan energi terbarukan yang berbiaya lebih rendah, terutama energi matahari dan angin. Ketiga, pemerintah dapat berinvestasi dalam pengembangan industri dan green jobs.
Ban Ki-moon, mantan Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden serta Ketua Global Green Growth Institute, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia juga dapat mengirimkan sinyal kuat dari komitmennya untuk net zero dengan memastikan bahwa proyek industri baru yang besar benar-benar ‘hijau’.