Riset terbaru menyebutkan, pembatalan proyek dan penghentian pembangkit listrik batu bara di Indonesia pada 2040 dapat mencegah 180.000 kematian akibat polusi udara dan mengurangi biaya kesehatan hingga US$ 100 miliar.
Sebuah laporan yang dirilis oleh Center for Clean Energy and Air Research (CREA) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti dampak pensiun dini PLTU terhadap kesehatan.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, mengatakan pemerintah harus mendesak perusahaan listrik mengevaluasi rencana pembangunan PLTU baru dan beralih ke pembangkit terbarukan. Transisi ini akan menghasilkan manfaat ekonomi, sosial dan kesehatan yang signifikan.
“Indonesia harus menghentikan sekitar 9 GW pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dalam satu dekade ini untuk mengejar target Fair Energy Transition Partnership (JETP),” katanya, Selasa (18/7).
Riset CREA dan IESR mengembangkan jalur dekomisioning PLTU berbasis kesehatan pertama di Indonesia. Penelitian ini didasarkan pada pemodelan atmosfer dan penilaian dampak kesehatan (HIA).
Penelitian tersebut menyatakan bahwa emisi polutan udara dari pembangkit listrik tenaga batu bara menyebabkan 10.500 kematian di Indonesia pada tahun 2022 dan menelan biaya kesehatan sebesar US$ 7,4 miliar. Efek kesehatan ini akan terus meningkat dengan beroperasinya pembangkit listrik tenaga batu bara baru.
Fabby mengatakan penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara membutuhkan investasi awal hingga US$ 32 miliar atau sekitar Rp 450 triliun. Namun, penghentian PLTU juga akan mengurangi biaya kesehatan hingga US$ 130 miliar atau sekitar Rp 1.930 triliun.
Raditya Wiranegara, Peneliti Senior IESR, mengatakan penelitian tersebut memberikan daftar pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang diurutkan berdasarkan dampaknya terhadap biaya kesehatan per unit pembangkit. Hal ini akan menjadi masukan bagi sekretariat JETP yang saat ini sedang menyusun Comprehensive Investment Plan and Policy (CIPP), termasuk isu pensiun dini pembangkit listrik batubara.
Raditya mengatakan, pembangkit listrik tenaga batu bara tidak memiliki cara yang efisien untuk mengendalikan emisi polusi udara untuk polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan merkuri. Standar yang lebih kuat membutuhkan investasi dalam pengendalian polusi udara, dapat mencegah hingga 8.300 kematian akibat polusi udara per tahun pada tahun 2035.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa pengurangan emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara tidak hanya baik untuk kesehatan dan kesejahteraan, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara ekonomi,” kata Lauri Myllyvirta, Analis Utama CREA.