Pemerintah Indonesia akan mendapatkan hibah senilai US$ 160 juta atau sekitar Rp 2,39 triliun dari pembiayaan Just Energy Transition Partnership (JETP). Nilai nominalnya berada di kisaran 0,8% dari total pembiayaan JETP sebesar US$ 20 miliar.
Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan komitmen dana bantuan teknis sebesar US$160 juta untuk mengidentifikasi proyek-proyek prioritas yang akan dibiayai dalam pembiayaan iklim JETP.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan hibah dan bantuan teknis itu merupakan sumber pendanaan publik yang diberikan oleh International Partners Group (IPG) yang dijanjikan Amerika Serikat (AS), Jepang. dan beberapa negara. G7 ditambah Denmark, Norwegia dan Uni Eropa. Dadan mengatakan, sebagian besar dana hibah ditujukan untuk studi kelayakan.
Selain dana hibah dan bantuan teknis, komposisi pendanaan publik kemudian diisi oleh skema alokasi pinjaman lunak dan jaminan pinjaman. “Kalau hibah US$ 160 juta, maka dana technical assistance kira-kira sama,” kata Dadan kepada wartawan di Ayana Midplaza Jakarta, Selasa (27/6).
Lebih lanjut, kata Dadan, pemerintah juga telah mendapatkan pinjaman komersial sebesar US$ 10 miliar atau setengah dari bagian dana iklim JETP. Pinjaman komersial ini akan dikeluarkan oleh aliansi perbankan swasta di bawah Aliansi Finansial Glasgow untuk Net Zero atau GFANZ yang beranggotakan Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG dan Standard Chartered.
“Yang pasti pinjaman komersial sebesar US$ 10 miliar itu sampai sekarang belum diketahui bunganya,” kata Dadan.
Masih menurut Dadan, pemerintah secara umum telah mengajukan lima program prioritas untuk pendanaan JETP. Di antaranya, pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), peningkatan kapasitas pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT), peningkatan efisiensi penggunaan listrik, peningkatan rasio elektrifikasi, dan pengadaan infrastruktur transmisi.
Dadan menjelaskan, mekanisme pencairan dana JETP tidak mengacu pada seluruh US$20 miliar yang disalurkan di muka, melainkan disalurkan secara bertahap mengikuti proposal proyek yang telah disiapkan.
“Pemerintah memperjuangkan angka US$20 miliar itu aman dari komitmen, tapi implementasinya harus meyakinkan karena ini intinya komersial,” kata Dadan.