Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, investasi yang dibutuhkan untuk mempercepat emisi nol karbon pada 2060 mencapai US$ 40 miliar atau sekitar Rp 604,68 triliun (kurs Rp 15.117).
Pendanaan ini diperlukan untuk mengembangkan teknologi pendukung energi baru dan terbarukan (EBT), seperti sistem penyimpanan untuk menyimpan listrik menggunakan baterai khusus.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan nol emisi karbon hanya dapat dicapai melalui kemajuan teknologi, mendorong inovasi dan perbaikan terus menerus. Peta jalan emisi nol karbon menargetkan lebih dari 56 gigawatt (GW) Sistem Penyimpanan Energi Baterai (BESS) dan jutaan kendaraan listrik akan beroperasi pada tahun 2060.
“Ini membuka ruang investasi yang sangat besar dan potensial. Dibutuhkan dana lebih dari US$ 40 miliar untuk program ini,” kata Arifin dalam sesi panel di Paviliun Indonesia dalam agenda World Economic Forum 2023, dikutip dalam sebuah siaran pers, Jumat (20/1). .
Arifin mencontohkan, teknologi terkini yang dibutuhkan untuk mengembangkan EBT di Indonesia adalah teknologi sistem penyimpanan dan teknologi solar photovoltaic (PV) yang mampu mengubah energi sinar matahari menjadi listrik secara langsung.
Dia mengatakan akan ada 420 GW solar PV terpasang pada 2060 dengan kebutuhan investasi sekitar US$ 160 miliar.
“Misalnya, sistem teknologi storage berkembang pesat di sektor pembangkit listrik dan transportasi. Sedangkan solar PV dapat meningkatkan efisiensi untuk menghasilkan output daya yang lebih besar,” ujarnya.
Selain perhitungan teknologi pendukung kelistrikan EBT, Arifin mengakui bahwa perjalanan Indonesia untuk mencapai target emisi nol karbon akan membutuhkan biaya yang signifikan melebihi US$ 1 triliun pada tahun 2060.
Kebutuhan dana diproyeksikan akan terus meningkat karena pembangkit listrik berbahan bakar batu bara semakin cepat dihapus dan digantikan oleh pembangkit listrik EBT. “Rencana penghentian pengoperasian PLTU akan dilakukan secara bertahap dan segera dimulai,” kata Arifin.
Sebagai langkah awal, pemerintah memulai program blending dengan biomassa di PLTU PT PLN. Pada tahun 2025, 52 pembangkit listrik PLN akan beroperasi secara komersial dalam campuran sumber batubara dan biomassa. Program ini diperkirakan membutuhkan 10,2 ton biomassa.