Langkah pemerintah menarik investasi hijau ke Tanah Air dinilai belum berjalan mulus karena langkah pemerintah masih mengizinkan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) di Kawasan Industri Hijau Indonesia atau KIHI.
Proyek KIHI akan berlokasi di tiga desa yaitu Tanah Kuning, Mangkupadi dan Binai di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. KIHI saat ini sedang dalam tahap awal perencanaan. Dari total lahan seluas 30.000 hektar, hingga saat ini baru 9.500 hektar lahan yang telah dikembangkan melalui PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (PT KIPI).
Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS) menyebutkan ada dua zona di kawasan KIHI, yakni zona biru dan zona hijau. Zona biru dinyatakan sebagai kawasan yang masih ditopang oleh pembangkit batubara. Zona ini memiliki luas daratan 3.910,41 hektar atau hampir dua kali lipat luas zona hijau 2.196,56 hektar.
Direktur Kebijakan Pertambangan CELIOS, Wishnu Try Utomo, menilai langkah pemerintah mengizinkan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di kawasan industri hijau merupakan kebijakan yang kontradiktif.
Lebih lanjut dia mengatakan, perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertambangan batu bara merupakan pemain utama dengan proyek peleburan aluminium senilai US$ 728 juta di KIHI. Sementara itu, perusahaan China, Tsingshan, dikabarkan siap menggelontorkan US$28 miliar untuk membangun smelter nikel.
“Kedua perusahaan tidak lepas dari kontroversi. Pemain di sektor hilir mineral punya reputasi buruk dalam pengelolaan lingkungan,” kata Wisnu dalam siaran persnya, Rabu (26/4).
Dalam kesempatan tersebut, Wisnu juga menekankan langkah pemerintah menambah beberapa PLTU captive atau regional. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 – 2030, PLN masih menargetkan penambahan kapasitas PLTU sebesar 13,8 GW.
“Selain itu, ada beberapa captive power plant yang akan dibangun serentak di berbagai wilayah peleburan nikel dan aluminium seperti di Morowali, Teluk Weda, hingga Kalimantan Utara,” ujarnya.
Selain PLTU captive, Wishu juga mengatakan upaya penutupan total pembangkit listrik batu bara terkendala dengan metode co-firing yang kenyataannya hanya mengurangi jumlah batu bara yang terpakai 5-10%.
Penyerapan penggunaan biomassa PLN untuk batu bara campuran atau co-firing untuk pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) mencapai 220.000 ton pada triwulan I 2023. Angka tersebut setara dengan 20% kebutuhan biomassa untuk 34 pembangkit listrik tenaga batu bara. tahun ini sebesar 1,08 juta ton. .
“Metode ini justru memperbesar potensi deforestasi karena kebutuhan biomassa terlalu tinggi, belum lagi ada upaya memperpanjang umur PLTU yang seharusnya layak dipensiunkan.” kata Wisnu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen transisi energi Indonesia saat berbicara pada pembukaan pameran perdagangan industri internasional, Hannover Messe 2023 di Jerman, Minggu (16/4). Pensiun dini pembangkit listrik berbahan bakar batu bara adalah bagian dari komitmen ini.
Presiden Jokowi mengatakan transisi energi Indonesia akan dilakukan dengan tetap memastikan energi yang terjangkau bagi masyarakat. Namun untuk merealisasikannya, Indonesia membutuhkan pembiayaan minimal US$ 1 triliun hingga tahun 2060.
Untuk itu, dia mengajak para investor Jerman untuk bekerja sama dan berinvestasi membangun ekonomi hijau di Indonesia. “Sekali lagi, Indonesia sangat terbuka untuk kerjasama berinvestasi. Mari kita bekerja sama untuk kesejahteraan bersama,” kata Presiden.