Di tengah anjloknya pendanaan untuk startup, tiga startup dirumorkan menjadi unicorn terbaru bangsa. Ketiga startup tersebut adalah eFishery, Ruangguru, dan Sociolla.
Sedangkan tahun lalu, Indonesia hanya mendapatkan dua unicorn, yakni DANA dan Ajaib. Keduanya berkecimpung di sektor financial technology alias fintech.
Untuk menjadi unicorn, sebuah startup harus mencapai valuasi lebih dari US$1 miliar. Dari ketiga startup tersebut, eFishery kini menjadi startup terbesar di dunia untuk teknologi akuakultur.
ilustrasi eFisery. (instagram/@efishery)
Mengalami kesulitan menemukan pengguna
Gibran Huzaifah adalah orang dibalik awal mula usaha perikanan ini. Ia mulai mengembangkan eFishery sejak Oktober 2013, saat berusia sekitar 24 tahun. Produk pertama yang ditawarkan perusahaan adalah pengumpan ikan otomatis berbasis internet yang disebut Pengumpan eFishery.
Alat ini tercipta berkat diskusi Gibran dengan pembudidaya ikan yang memiliki 2.000 tambak. Alumni Institut Teknologi Bandung ini kemudian menemukan bahwa masalah utama dalam bisnis perikanan adalah makanan.
“Itu mencakup 70% hingga 90%. Bayangkan jika Anda memiliki 2.000 tambak, Anda tidak tahu bagaimana memberi makan mereka,” kata Gibran dikutip dari diskusi dengan Impactto pada Desember 2022.
Gibran yang mengambil prodi Biologi kemudian mengajak teman-temannya untuk menekuni teknik elektro. Dia ingin membuat alat yang memudahkan ikan untuk memberi makan. Tujuannya untuk memudahkan pembudidaya memberi makan ikan dan memantaunya melalui ponsel.
Perangkat berhasil dibuat, namun ada kendala yaitu masalah harga. Akhirnya ia mencoba di kolam milik salah satu petani. Dari situ terlihat bahwa pertumbuhan dan produksi ikan sudah membaik. Pemberian pakan ikan juga menjadi lebih efisien dan panen lebih cepat.
“Tapi sangat sulit untuk menawarkan makanan kepada pembudidaya ikan lain, Anda harus memberi mereka uang agar mereka mau mencobanya. Butuh waktu 96 hari untuk meyakinkan seorang pembudidaya menggunakan satu alat,” katanya.
Alih-alih kesulitan bisnis, ia memutuskan untuk membangun skema komunitas. Dari situ, Gibran mempekerjakan pekerja yang dekat dengan para pembudidaya ikan, sehingga terjalin silaturahmi dan memudahkan para pembudidaya lainnya.
Dia juga mengubah skema untuk menggunakan teknologi menjadi sewa. “Bisa dibandingkan, membuat satu kolam harganya Rp 10 juta, membeli perlengkapannya Rp 7 juta,” kata Gibran.
Semakin Besar Tumbuh
Awal eFishery harus bertahan hingga tiga tahun sebelum akhirnya 2016 menandai dimulainya produksi massal dan peluncuran Feeder eFishery. Ibarat ketapel, pertumbuhan eFishery semakin besar setiap tahunnya.
Pada tahun 2017, feeder dikembangkan agar dapat digunakan oleh petambak udang. Tahun berikutnya, muncul unit bisnis baru bernama eFishery Fresh yang berfokus pada distribusi produk perikanan.
Tak hanya fokus pada produksi dan distribusi, di tahun 2019 ini eFishery meluncurkan Kabayan alias Kasih, Pay Later. Sesuai dengan namanya, Kabayan menawarkan pinjaman modal usaha bagi para pembudidaya ikan dan udang dan dapat dibayarkan pada saat panen. Pinjaman ini berupa pakan, benih, dan sarana produksi tanaman lainnya.
Hingga akhir tahun 2021, pemasok eFishery telah merekrut 6.000 petambak, kelompok, dan koperasi ikan dan udang dari 250 kota di Indonesia. Dengan angka tersebut, total ada 4,6 ribu tambak ikan dan udang yang menggunakan feeder eFishery. “Pendapatan petani juga meningkat hingga 45%,” tulis Laporan Dampak eFishery 2021.
Begitu juga dengan eFisheryFund yang telah digunakan oleh 1.700 pembudidaya melalui lembaga keuangan. Lebih dari Rp 70 miliar pinjaman telah disalurkan kepada petani, dengan rata-rata pinjaman yang disetujui Rp 75 juta.
Beri makan ikan menggunakan Pengumpan eFishery otomatis. (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.)
Rencana Target Pasar ASEAN dan India
Pada Januari tahun lalu, Gibran berencana memperluas operasinya ke Thailand, China, dan India. Untuk ASEAN, ekspansi ini ditargetkan lebih cepat. Sedangkan India dan China akan masuk dalam rencana lima tahun ke depan.
Di bulan yang sama, eFishery berhasil menghimpun pendanaan Seri C sebesar US$ 90 juta atau setara dengan Rp. 1,3 triliun. Pembiayaan dipimpin oleh Temasek, SoftBank Vision Fund 2, dan Sequoia Capital Indonesia.
Terkait target tersebut, eFiishery bersiap untuk memperluas bisnisnya ke India dan Vietnam dalam waktu dekat. Sebab mereka menganggap pasar kedua negara ini cukup besar. “Masih uji coba, tapi tahun ini akan komersial,” kata Gibran kepada Katadata.co.id Januari lalu.
Gibran juga mengatakan bahwa eFishery akan fokus untuk mengembangkan bisnisnya. Langkah selanjutnya, perusahaan akan mencatatkan penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.