Penghapusan usulan skema roda listrik dari daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Energi Baru dan Terbarukan atau RUU EBET dengan alasan PLN mengalami kelebihan pasokan listrik dianggap tidak relevan dengan situasi penyerapan listrik domestik yang melonjak.
Institute for Essential Services Reform (IESR) meyakini situasi surplus listrik yang terjadi di PLN tidak akan berlangsung selamanya.
Penghapusan skema roda listrik juga dilihat sebagai langkah mundur dalam menjaga ketahanan energi jangka panjang negara menjadi 1.800 Watt hour (TWh) pada tahun 2060. Angka tersebut setara dengan lima kali lipat kapasitas listrik pada tahun 2021 sebesar 300 TWh.
“Saat ini memang terjadi oversupply, namun kondisi ini kemungkinan akan teratasi pada 2025 atau 2026 seiring kebutuhan listrik yang meningkat,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, dalam diskusi publik bertajuk The Energy Convoluted Corner RUU EBET, Senin. (27/2).
Roda listrik awalnya masuk dalam RUU EBET yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Usulan ini kemudian mendapat catatan khusus dari Kementerian Keuangan yang menyatakan bahwa penerapan power wheeling tidak sejalan dengan situasi PLN yang saat ini mengalami kelebihan pasokan listrik.
Power wheeling adalah mekanisme yang dapat memfasilitasi transfer listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit swasta ke fasilitas operasi PLN secara langsung. Mekanisme ini menggunakan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.
Menurut Fabby, masalah kelebihan pasokan yang berorientasi jangka pendek tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam jangka panjang. Kekhawatiran atau penolakan mekanisme roda kekuasaan dalam DIM RUU EBET dikatakan tidak berdasar. “Bagaimana situasi kelebihan pasokan ini digunakan untuk undang-undang yang berlaku lama. Ini tidak bisa dibenarkan,” kata Fabby.
Penolakan skema power milling juga didasari oleh kekhawatiran beberapa pihak yang akan mempengaruhi lini bisnis PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Skema roda listrik disebut membuat infrastruktur yang dibangun PLN dengan investasi perusahaan dan APBN justru dinikmati swasta.
“PLN juga akan kehilangan pasar karena swasta bisa langsung menjual listriknya ke masyarakat,” kata Wakil Ketua MPR Syarief Hasan, Kamis (12/1).
Lebih lanjut dia mengatakan, tantangan PLN saat ini adalah mengatasi oversupply atau kelebihan pasokan. Jika skema transmisi listrik diterapkan, maka akan semakin memperlebar oversupply. Tidak hanya kehilangan pangsa pasar, dampak dari oversupply PLN adalah have to pay take or pay (TOP) dimana TOP selama ini disubsidi oleh pemerintah.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana menilai kelebihan pasokan listrik tidak ada kaitannya dengan penerapan power wheeling karena surplus listrik saat ini disebabkan oleh pembangkit eksisting yang didominasi . oleh pembangkit listrik tenaga batubara. Sedangkan pasokan listrik roda penggerak hanya berasal dari sumber energi terbarukan.
“Menurut Kementerian Keuangan kita masih ada kelebihan pasokan listrik, dianggap tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Walaupun Kementerian ESDM memandang hal ini berbeda, bagi kita tidak ada hubungannya dengan kelebihan pasokan dan roda listrik. ,” kata Dadan beberapa waktu lalu, Jumat (21/2019). 10/2022).