liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Permintaan PLTS Seret, Produsen Modul Surya Domestik Terancam Bangkrut

Asosiasi Produsen Modul Surya Indonesia (APAMSI) melaporkan tingkat produksi modul surya dalam negeri melambat karena permintaan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) melambat. Salah satunya dampak mangkraknya proyek pengadaan PLTS 140 megawatt peak (Mwp) yang dicanangkan pada 2013 lalu.

General Manager Apamsi, Linus Sijuang mengatakan, proyek pengadaan PLTS 140 MWp saat itu memicu minat pelaku bisnis energi terbarukan untuk terjun ke bisnis produksi atau pemasangan modul surya.

Semangat itu terlihat dari munculnya 12 produsen modul surya dengan kapasitas produksi setara listrik 580 megawatt per tahun. Puluhan perusahaan ini kemudian menyatakan diri sebagai Apamsi. Namun, minat dan keyakinan yang muncul di awal memudar karena rencana pembangunan PLTS 140 MWp tidak berjalan.

Menurutnya, tingkat produksi modul surya di dalam negeri saat ini hanya bergantung pada dua perusahaan yakni PT LEN Industri dan Sky Energi Indonesia (Jskye) dengan tingkat produksi 5% dari total kapasitas produksi 12 perusahaan tersebut.

Linus menambahkan, telah dilakukan seremoni commercial operation date (COD) PLTS 8 MW pada 2016-2017. Minimnya permintaan menyebabkan pengoperasian pembangkit listrik tenaga surya dalam negeri tersendat karena insentif dari pemerintah tertinggal dalam pembangunan PLTS.

“Pabrik modul surya sudah pasti tutup lebih dari 90%. Mungkin 1 atau 2 perusahaan masih hidup sekarang. Jskye mereka untuk pasar ekspor tapi produksinya juga tidak banyak,” kata Linus saat ditemui di Hotel Des Indes Jakarta, Selasa (21/3).

Langkah pemerintah meningkatkan kapasitas PLTS untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025 kembali membawa angin segar bagi industri panel surya. Pemerintah telah menetapkan target kapasitas PLTS atap sebesar 3,61 gigawatt (GW), PLTS terapung sebesar 26,65 GW, dan PLTS skala besar sebesar 4,68 GW pada tahun 2030.

Linus berharap pemerintah lebih serius mewujudkan rencana tersebut, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan PLTS rooftop 3,61 GW. Tekad pemerintah tersebut dinilai mampu membangkitkan semangat perusahaan modul surya untuk kembali berproduksi.

“Harapan kami PLTS rooftop ini bisa terealisasi, kami ingin memodernisasi mesin-mesin pabrik karena teknologi ini dari tahun 2013 sudah ketinggalan zaman,” ujar Linus. Menurut Linus, daya tahan maksimal mesin hanya bertahan hingga 6 tahun. Angka yang lebih rendah dapat terjadi pada perusahaan yang mesin pabriknya tidak pernah digunakan.

Investasi yang dibutuhkan pengusaha sebesar Rp 20 miliar untuk membangun pabrik modul surya berkapasitas 100 MW per tahun. Angka tersebut lebih tinggi 300% dari nilai investasi pembangunan pabrik modul surya pada 2013 lalu.

“Sekarang yang dibutuhkan adalah pasar. Kalau tidak ada pasar, sulit membangun pabrik karena lembaga keuangan akan kesulitan memberikan pembiayaan,” kata Linus.