Pemerintah akan mengatur kliring perdagangan karbon melalui mekanisme Sistem Resi Gudang (SRG).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pendaftaran tanah untuk perdagangan karbon dilakukan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sistem perdagangan karbon juga akan menggunakan sistem perdagangan elektronik yang dapat menelusuri asal-usul hutan penghasil karbon tersebut.
“Kalau tanah yang digunakan sudah ‘clear’ di awal, baru bisa diperjualbelikan,” kata Airlangga dikutip dari Antara, Rabu (3/5).
Sementara itu, Menteri Penanaman Modal/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah akan mengatur tata kelola perdagangan karbon agar dapat dioptimalkan sebagai penerimaan negara. Pemerintah, misalnya, akan menerbitkan sertifikat karbon untuk memantau jumlah karbon yang diperdagangkan.
Bahli menegaskan, sertifikasi karbon akan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Tata kelola perdagangan karbon kemudian pada pertukaran karbon di bawah kewenangan Dewan Jasa Keuangan (OJK).
“Semua pendaftaran ada di LHK. Tapi pendaftarannya hanya satu kali, sebelum masuk ke carbon exchange terlebih dahulu didaftarkan oleh LHK, setelah itu bisa bertransaksi di carbon exchange, setelah itu bisa bertransaksi seperti jual beli saham biasa,” jelasnya.
Bahlil menegaskan, pemerintah akan mengkaji perizinan di kawasan konsesi seperti hutan lindung dan hutan konservasi. Bahlil menegaskan Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin pasar karbon global yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.