Pemerintah membuka sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/2). Sekretariat ini akan menjadi lembaga pembuat kebijakan untuk mengelola pendanaan transisi energi senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang telah disepakati pada acara G20 November tahun lalu.
Dirjen Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) yang baru, Dadan Kusdiana mengatakan, sekretariat akan menjadi wadah diskusi pembentukan rencana investasi menuju nol emisi bersih pada 2060 atau sebelumnya. Pemerintah telah menetapkan arah alokasi dana JETP yakni untuk program pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU) hingga pembangunan infrastruktur pembangkit listrik dari energi terbarukan.
Sumber pendanaan JETP dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, beberapa negara G7 serta Denmark, Norwegia dan Uni Eropa. Dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk hibah, pinjaman lunak, dan pinjaman komersial.
“Kami sudah punya rinciannya yang pensiun dini dan mana pembiayaannya hibah, mana pinjaman. Untuk proyek-proyek yang kami prioritaskan berjalan bersama, baik pensiun dini maupun pembangunan fasilitas pembangkit energi terbarukan,” kata Dadan saat peluncuran konferensi pers Sekretariat JETP di Kementerian ESDM pada Kamis (16/2).
Sekretariat ini akan dijalankan oleh pejabat lintas sektor yang terlibat dalam upaya transisi energi. Diantaranya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Penanaman Modal, Kementerian Keuangan dan PLN.
“Sekretariatnya belum ada orang khusus. Nanti ada staf honorer khusus dengan pengadaan dari Asian Development Bank, sampai International Energy Agency,” ujar Dadan.
Asisten Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Alexia Latourte mengatakan, sekretariat akan memainkan peran penting dalam perencanaan dan pengembangan proyek untuk kemitraan transisi energi. Penyusunan rencana investasi akan menyasar program pensiun dini PLTU, pengadaan pembangkit listrik energi terbarukan hingga program de-dieselisasi atau penggantian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan pembangkit yang lebih bersih.
“Adaptasi transisi energi di Indonesia akan mempertimbangkan kehidupan dan penghidupan penduduk terdampak sehingga tidak ada yang tertinggal dalam transisi energi,” ujar Alexia.
Dalam dokumen pernyataan bersama antara pemerintah Indonesia dengan negara donor JETP, salah satu rencana aksi yang perlu diselesaikan adalah menyusun rencana investasi terkait kebutuhan pembiayaan proyek transisi energi dalam waktu enam bulan.
Beberapa komitmen yang disepakati dalam pernyataan bersama antara pemerintah Indonesia dan negara donor JETP yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang antara lain:
Emisi listrik puncak pada tahun 2030 dengan total emisi tidak lebih dari 290 mega ton (MT) CO2 (lebih rendah dari target awal 357 MT CO2), dan terus turun hingga mencapai net zero emission, nol emisi karbon di sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050 , antara lain dengan mempercepat penghentian (pensiun dini) pembangkit batubara, tergantung pada dukungan internasional. Mempercepat penggunaan energi terbarukan sehingga pangsanya mencapai minimal 34% dari seluruh pembangkit energi (energy mix of power plant) pada tahun 2030 Mempercepat pensiun dini pembangkit listrik berbahan bakar batubara, dengan dukungan IPG, sebagaimana diprioritaskan dan diindentifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam Rencana dan Kebijakan Investasi JETP sebagai elemen yang diperlukan untuk mencapai target di atas. Membatasi pengembangan PLTU sesuai Perpres 112 Tahun 2022 dan bekerja sama untuk mencari dan mengimplementasikan potensi terbarukan dan solusi nol emisi untuk fasilitas pembangkit listrik di luar Jawa-Bali, t termasuk fasilitas captive power atau PLTU yang berdiri sendiri. Pembekuan rencana pembangunan PLTU on-grid dalam pipeline, termasuk yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, dan moratorium penuh pembangunan PLTU baru sesuai Perpres tentang Energi Terbarukan (Perpres 112/2022).