Maraknya rencana pelarangan jual beli pakaian bekas impor membuat masyarakat khawatir dengan nasib Pasar Senen. Pasar yang terletak di depan Stasiun Pasar Senin, Jakarta Pusat ini merupakan salah satu pusat barang bekas di ibu kota.
Pantauan Katadata.co.id pada Senin (20/3), pasar masih ramai meski pemerintah sudah mengumumkan larangan tersebut sejak sepekan lalu. Namun seorang penjual di sana mengatakan banyak importir pakaian bekas yang tutup di berbagai kota di Indonesia.
Dia dan pedagang lainnya sudah kesulitan mencari pakaian untuk dijual. Pria asal Brebes itu juga menjelaskan, kepala pasar tidak memberikan instruksi apapun kepada para pedagang. “Sudah lama pemerintah melarang penjualan baju bekas di sini, tapi presiden tidak pernah turun tangan. Itu lampu merah Pasar Senen,” kata penjual yang enggan disebutkan namanya itu.
Penjualan pakaian impor bekas di Pasar Senen. (ANTARA FOTO/Fauzan/fokus)
Buatan Belanda, Buka Hanya Hari Senin
Pasar Senen berusia lebih dari 250 tahun, sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Jurnal Historia Madania berjudul Pasar Senen: Reorganisasi Pasar Tahun 1966-1993 menyebutkan bahwa kisah Pasar Senen dapat dikutip dari tahun 1648.
Saat itu pemerintah kolonial Belanda memberikan tanah kepada Anthony Paviljoen berupa hutan dan padang rumput yang luas. Pria ini menyewakan tanahnya kepada orang Cina untuk bercocok tanam. Belakangan, tanah ini dijual kepada seorang Penasihat India bernama Cornelis Chastelein pada tahun 1697.
Banyak pasar bermunculan di Batavia saat itu. Di bagian timur, para pedagang berjualan menggunakan perahu di tepian sungai. Di sebelah barat, dekat Balai Kota, para pedagang Tionghoa menguasai pasar. Di bagian selatan terdapat Pasar Pisang yang menjual berbagai kebutuhan pokok, sehingga dikenal dengan Pasar Grosir.
Tanah tersebut kemudian dijual kepada Justinus Vinck pada tahun 1733 seharga 39.000 ringgit, masih berupa semak dan rawa. Barulah Vinck berpikir untuk mendirikan pasar, kemudian dia mengajukan permintaan itu kepada pemerintah Belanda. Usulan ini disetujui Gubernur Jenderal Abraham Patras dengan diterbitkannya Lembaran Negara alias Staatsblad.
Dalam Staatsblad ini disebutkan bahwa Vinck hanya dapat mengadakan pasar pada hari Senin dan Sabtu yang diperuntukkan bagi pasar yang dibangun di Bukti Tanah Abang dan Kampung Lima. Surat ini dikeluarkan pada tanggal 30 Agustus 1735 yang menandai awal berdirinya Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang. Namun, penduduk setempat mengenal pasar ini dengan nama pendirinya, Vinck Market.
Larangan impor pakaian bekas. (ANTARA FOTO/Andri Saputra/nz)
Bang Ali dan Ciputra Pindah ke Pasar Senen
Dengan tingginya urbanisasi di Ibu Kota pada tahun 1950 hingga 1960-an, Pasar Senen menjadi kumuh, kotor dan rawan kriminalitas. Situasi ini kemudian menarik minat arsitek dan operator real estate, Ciputra.
Taipan kelahiran Sulawesi Tengah ini ingin menjadikan Pasar Senen sebagai pasar modern. Bersamaan dengan itu, pemerintah daerah juga membentuk badan yang mengatur masalah pasar di Jakarta yaitu PD Pasar Jaya pada tahun 1966.
Ali Sadikin juga menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun itu. Pasar di Jakarta, menurut dia, masih kurang baik dari segi penataan kawasan, kondisi bangunan, kebersihan, dan fasilitas. Visinya untuk meningkatkan pasar ini sejalan dengan kebijakan ekonomi Kabinet Ampera untuk membuka peluang bagi sektor swasta.
Untuk itu, Bang Ali kemudian menggandeng Ciputra untuk membenahi kawasan Pasar Senen dengan Proyek Pasar Senen. Ia juga membentuk Badan Bina Lingkungan Senen alias PPLS.
Langkah pertama dari proyek ini adalah merelokasi pasar. Kawasan pasar lama dipindahkan ke depan Stasiun Kereta Api Senen dan di sekitar kawasan Jalan Kramat Bunder. Selain itu, warga yang tinggal di kampung dekat pasar Kampung Jagal dipindahkan ke kawasan Kramat Sentiong.
Meski awalnya berbelit-belit, akhirnya warga mau pindah asalkan Masjid Sembelih tidak diratakan. Mereka yang berbisnis juga ditawari mengisi lapak di Pasar Senen.
Pasar Senen yang dibangun oleh PT Pembangunan Jaya dan Ciputra selaku pengembang mulai beroperasi setahun kemudian, yakni pada tahun 1967. Di atas lahan seluas delapan hektar, berdiri bangunan lima lantai sebagai tahap awal pembangunan. Dua tahun kemudian, bangunan kedua berdiri.
“Senen kini menjelma menjadi pusat perbelanjaan pertama dan terbaik di ibu kota dan Indonesia. Bahkan Senen pernah tercatat paling modern se-Asia Tenggara saat itu,” kata Annissa Ferissa, penulis jurnal tersebut.