Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana menghentikan pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah baru pada 2030.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, pemerintah ingin mengurangi pencemaran gas metana dari sampah dan limbah yang berasal dari TPA. Mulai tahun 2030, TPA hanya akan digunakan untuk pembuangan limbah yang tidak diolah secara ekonomis.
“Kami optimistis pada tahun 2030 tidak ada lagi tempat pembuangan sampah baru,” ujarnya, Jumat (16/6).
Sejalan dengan rencana tersebut, KLHK mendorong 100% pengelolaan sampah di hulu dan hilir. Vivien mengatakan pemerintah akan mengolah 70% sampah menjadi produk ekonomi dan mengurangi 30% sisanya.
Di sektor rumah tangga, misalnya, Vivien mengimbau untuk menangani sampah secara mandiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengomposan atau beternak cacing untuk sampah organik dan pemilahan sampah anorganik.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2022, Indonesia akan menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah. Sekitar 18,5% dari volume sampah tersebut berupa sampah plastik.
Vivien mengatakan, setiap ton sampah bisa menghasilkan 50 kilogram gas metana. Berdasarkan Indeks Potensi Pemanasan Global (GWP), emisi metana memiliki dampak 21 kali lipat dari emisi karbon dioksida.
Salah satu upaya untuk mengurangi aliran sampah ke TPA adalah dengan membangun fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau Refuse Derived Fuel (RDF). Upaya tersebut telah dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta yang saat ini sedang membangun RDF di TPA Bantar Gebang, Bekasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan dalam RDF ini sekitar 1.000 ton sampah lama akan dicampur dengan 1.000 ton sampah baru dan diolah menjadi bahan bakar alternatif.
“Nilai kalor RDF setara dengan batu bara lignit dan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif,” kata Asep, Februari lalu.
Asep mengatakan, sampah dari Jakarta sehari rata-rata sekitar 7.500 ton. Ia mengatakan fasilitas pengolahan limbah RDF ditargetkan menjadi pusat energi baru terbarukan (EBT). RDF akan menggantikan batubara dan menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan dan digunakan oleh industri semen.
Menurut Asep, saat ini ada dua perusahaan yang akan membeli produk RDF, yakni PT Indocement Tunggal Prakarsa dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI).