liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI
Logo

Yayasan Indonesia Cerah (CERAH) menilai Otoritas Jasa Keungan (OJK) mengalami kemunduran besar dalam menerapkan kebijakan pembiayaan berkelanjutan.

Hal itu bertolak belakang dengan taksonomi hijau ASEAN yang memberikan label hijau untuk pembiayaan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

Sebagai informasi, OJK sedang membas revisi taksonomi hijau Indonesia. Dalam daftar revisi, regulator keuangan itu membuka kemungkinan pembiayaan batu bara untuk PLTU batu bara captive, yaitu pembangkit di dalam kawasan industri akan diberikan label hijau.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang lingkungan ini menilai PLTU batu bara merupakan sumber utama yang paling signifikan dalam memberikan emisi karbon terbesar secara global.

International Energy Agency juga menyampaikan tidak boleh ada PLTU batu bara baru untuk membatasi kenaikan suhu di bawa 1,5 derajat celcius sesuai dengan tujuan perjanjian Paris.

“Institusi keuangan juga memiliki peran penting dalam mengatasi perubahan iklim. Lebih dari 200 lembaga keuangan global telah memiliki kebijakan untuk tidak lagi mendanai batu bara. Sayangnya tidak ada lembaga keuangan dari Indonesia yang masuk ke dalam daftar tersebut,” tulis CERAH dalam keterangan resminya, Selasa (5/9).

Oleh sebab itu, sejumlah masyarakat sipil dan pakar menyampaikan rasa keberatannya atas langkah OJK tersebut.

Asia Energy Finance Campaigner dari Market Forces, Binbin Mariana, mengatakan rencana OJK yang mengkategorikan pembiayaan pembangunan PLTU batu bara untuk smelter ke dalam kategori hijau dengan alasan mendukung transisi Indonesia menuju energi terbarukan, berisiko meningkatkan praktik pencucian uang oleh perbankan Indonesia.

“Jadi ini tidak sejalan dengan tujuan iklim global, jika bank mengkategorikan pembiayaan PLTU batu bara sebagai transisi yang semata-mata membantu industri yang tidak ramah lingkungan agar terlihat ramah lingkungan.” kata dia. 

Dia menilai, praktik transitionwashing saat ini sangat mengkhawatirkan karena pembiayaan hijau digunakan untuk mendanai perusahaan-perusahaan tinggi karbon yang tidak memiliki rencana kredibel atau baik untuk mengalihkan bisnis mereka dari bahan bakar fosil.

Arah Perbaikan Taksonomi Hijau di RI

Ekonom dan Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan arah perbaikan taksonomi hijau Indonesia tidak sesuai dengan komitmen transisi energi. Pasalnya, terdapat penunggang gelap dalam proses penyusunan taksonomi hijau. 

“Seharusnya taksonomi hijau 2.0 tidak lagi mengakomodir sektor-sektor usaha yang berkontribusi pada peningkatan emisi karbon.” kata Bhima.

Dia mengatakan, dalam hal tersebut justru yang diharapkan yautu adanya label merah pada pertambangan batubara, migas hingga pembangunan PLTU baru. Sehingga bank dan lembaga keuangan lainnya tidak punya celah dalam melanjutkan pembiayaan baru ke sektor energi berbasis fosil. 

“Khawatir taksonomi hijau yang masih mengakomodir pembiayaan ke sektor energi fosil membuat bank makin tidak tertarik membiayai sektor energi terbarukan, ujungnya bauran energi terbarukan tetap kecil.” tandas Bhima.

Tak hanya itu, Bhima meminta OJK harus tegas dalam menolak pembiayaan PLTU baru di kawasan industri atas nama mendukung hilirisasi. Menurut dia, perlu dipahami ketika pembiayaan PLTU baru dengan dalih hilirisasi justru masif, maka produk yang dihasilkan dari proses hilirisasi akan menghadapi banyak tantangan. 

Tantangannya yang dimaksud antara lain: Pertama, produk hilirisasi Indonesia khususnya nikel, dan bauksit akan dinilai menimbulkan emisi karbon yang tinggi. Sehingga sangat mungkin calon pembeli misalnya perusahaan baterai kendaraan listrik mencari sumber alternatif lainnya. 

Kedua, konsumen menjadi skeptis terhadap pengembangan kendaraan listrik karena proses hilirisasi masih bergantung dari energi batubara. 

“Meski diberi insentif sebesar-besarnya, belum tentu penjualan mobil dan motor listrik akan laris di pasaran, apalagi di segmen ekspor.” ujar Bhima.