PT Freeport Indonesia menghentikan sementara kegiatan penambangannya akibat banjir dan tanah longsor. Perseroan saat ini menguasai deposit emas dan tembaga di Papua yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, beberapa bagian jalan tambang juga rusak. Saat ini tim sedang memperbaiki situasi ini. “Penambangan dan pengolahan dihentikan sementara untuk proses recovery,” ujarnya, Minggu (12/2) dikutip dari Antara.
Banjir dan tanah longsor melanda Freeport Indonesia di Batu 74, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Bencana ini terjadi setelah hujan deras pada Sabtu lalu. Sebanyak dua orang menjadi korban.
Penambang Jonius Mom dan Noni Kum hanyut terbawa arus. Keduanya dimakamkan di Mile 72. Petugas menemukan jenazah mereka dan menyerahkannya kepada keluarga masing-masing.
Banjir di Tambang Freeport
Ini bukan kali pertama Freeport menghadapi hujan lebat dan banjir. Kejadian serupa pernah terjadi pada Mei 2013. Saat itu, pintu masuk Batu 74 mengalami longsor saat aktivitas penambangan sedang berlangsung.
Sebanyak lima orang menjadi korban dalam insiden satu dekade lalu. Tak hanya itu, 32 pekerja terjebak di bawah tanah.
Freeport (KATADATA/)
Sejarah Freeport Indonesia
Freeport Indonesia memperoleh kontrak kerja 30 tahun pertama pada tahun 1967. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan Freeport-McMoran (FCX) yang berbasis di Amerika Serikat.
Di Indonesia, Freeport menjadi perusahaan pertama yang masuk skema penanaman modal asing alias PMA. Kehadirannya sekitar tiga bulan setelah UU No. 11 Tahun 1967 tentang PMA diberlakukan di negeri ini. Momen ini juga menandai langkah pemerintahan Presiden Soeharto untuk membuka jalur investasi asing langsung ke Indonesia.
Investasi FCX di Indonesia terkait dengan penemuan Ertsberg di Mimika, Papua, pada tahun 1936 oleh Antonie Hendrikus Colijn, Frits Julius Wissel, dan Jean-Jacques Dozy. Mereka adalah orang Belanda dan Dozy yang melakukan ekspedisi ke Gunung Ore.
Ekspedisi Colijn, Wissel, dan Dozy menginspirasi FCX untuk melakukan hal serupa untuk menemukan Ertsberg pada tahun 1963. Ahli geologi Amerika Forbes Wilson dan Del Flint memimpin ekspedisi yang kemudian menemukan endapan tembaga raksasa.
Setelah mendapat kontrak karya, Freeport Indonesia baru memulai penambangan dan pengolahan bijih pada 1972. Perusahaan itu mengelola tambang Grasberg yang merupakan salah satu cadangan emas dan tembaga terbesar di dunia.
Freeport (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
tambang Grasberg
Freeport pertama kali menemukan cadangan di tambang Grasberg pada tahun 1988. Menurut catatan FCX, perusahaan tersebut menghasilkan 33 miliar pon tembaga dan 53 miliar ons emas antara tahun 1990 dan 2019.
Untuk mengembangkan tambang Grasberg pada 2004, perusahaan menginvestasikan US$ 9 miliar. Freeport akan menambah lagi US$ 20 miliar hingga 2041.
Pada 2018, pemerintah mengakuisisi 51,24% saham Freeport Indonesia. Ini menjadi syarat bagi Freeport Indonesia untuk mendapatkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang memperpanjang usahanya hingga tahun 2041.
Pemerintah menguasai saham melalui Mining Industry Indonesia (MIND ID). Ini merupakan induk perusahaan BUMN di industri pertambangan.