PT Indonesia Battery Corporation atau IBC menegaskan bahwa konsorsium LG Energy Solution (LGES) tetap berkomitmen untuk berpartisipasi dalam proyek pabrik baterai listrik bersama yang ditargetkan dapat dilakukan pada tahun 2026.
Pernyataan itu sebagai tanggapan atas laporan bahwa kolaborasi antara IBC dan LGES terhenti karena LGES dilaporkan menarik diri dari rencana pembuatan prekursor, katoda, sel baterai, dan daur ulang baterai.
LGES disebut malah mendorong mitra konsorsiumnya, Huayou, untuk terus berinvestasi dalam usaha patungan dengan IBC hingga tahap peleburan nikel.
Direktur Utama PT IBC, Toto Nugroho mengatakan, pihaknya kembali bertemu dengan LGES pada 7 Februari lalu. Dalam pertemuan itu, produsen teknologi asal Korea Selatan itu menegaskan komitmen perusahaannya untuk aktif dalam rencana kerja sama pengembangan baterai listrik yang disebut Proyek Titan.
“Mereka datang lagi untuk memberikan komitmen terkait anggota konsorsium,” kata Toto saat rapat Panitia Kerja (Panja) Peralihan Energi ke Listrik dengan Komisi VI DPR, Rabu (15/2).
Toto mengatakan, LGES juga berkomitmen untuk memulai produksi baterai listrik paling lambat pada 2025 atau 2026. Proyek tersebut diperkirakan bernilai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 122,79 triliun. “Dan mereka ditargetkan berproduksi nanti pada 2025 atau 2026 secara end-to-end,” kata Toto.
Dalam Proyek Titan, PT Aneka Tambang (Antam) akan memasok 16 juta ton bijih nikel per tahun. Bijih nikel akan diproses menggunakan teknologi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) dan High Pressure Acid Leaching Technology atau HPAL.
Pengolahan bijih nikel suhu tinggi merupakan proses pembuatan bahan baku sel baterai berupa nikel sulfat, prekursor dan katoda.
Di sisi penambangan bijih nikel, Antam akan mengambil peran utama dalam Proyek Titan. Sedangkan proses produksi RKEF dan HPAL akan ditangani oleh IBC dan Antam. Sedangkan seri produksi nikel sulfat, prekursor ke katoda akan berada di bawah IBC.
Seluruh rangkaian proses mulai dari penambangan hingga pemrosesan HPAL akan dilakukan di Halmahera Timur. Setelah itu, pengembangan bahan baku sel baterai akan dilanjutkan di Kawasan Industri Batang dan Karawang.
Peran atau kepemilikan saham IBC di sektor hilir baterai kendaraan listrik akan menurun sejalan dengan kebutuhan investasi, teknologi, dan pasar yang saat ini dikendalikan oleh LGES dan Ningbo Contemporary Brunp Lygend atau CBL.
Sebelumnya, Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso mengatakan, rencana investasi joint venture dengan LGES belum mencapai titik terang. LGES disebut malah mendorong mitra konsorsiumnya, Huayou, untuk melanjutkan negosiasi dengan MIND ID.
Partisipasi MIND ID dalam proses produksi baterai dan kendaraan listrik dapat dilihat melalui KPI. IBC merupakan holding pabrik baterai listrik Indonesia yang terdiri dari MIND ID melalui PT Aneka Tambang (Antam), Pertamina dan PLN. Di sana, MIND ID memegang 25% saham IBC.
“Kami mendapat informasi dari Antam bahwa status LG masih belum jelas. Tapi LG mendorong anggota konsorsiumnya Huayou untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi,” kata Hendi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Senin (6/2).
Hendi menilai Huayou bukanlah mitra yang relevan bagi Antam. Hal ini berangkat dari portofolio Huayou yang lebih aktif berinvestasi di pabrik pengolahan mineral atau peleburan ketimbang berurusan dengan pengembangan baterai kendaraan listrik.
“Kami masih menginginkan konsorsium yang utuh untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Sedangkan Huayou hanya terlibat dalam pembangunan peleburan saja,” kata Hendi.