Dalam sistem perpajakan Indonesia, terdapat dokumen yang dikenal dengan Faktur Pajak, yang merupakan bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Badan Usaha Kena Pajak (PKP) penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP).
Faktur pajak ini terdiri dari beberapa jenis yang masing-masing dibuat berdasarkan kondisi transaksi tertentu. Di antara jenis-jenis faktur pajak tersebut terdapat faktur pajak retensi.
Apa sebenarnya Faktur Pajak Retensi dan bagaimana contoh penerapan Faktur Pajak ini? Simak ulasan berikut ini.
Pengertian Pemotongan Faktur Pajak
Mengutip online-pajak.com, faktur pajak retensi adalah faktur pajak yang diterbitkan untuk mempertahankan persentase tertentu dari nilai faktur hingga layanan atau produk yang terkait dengan faktur tersebut berhasil diselesaikan.
Faktur pajak retensi biasanya digunakan dalam industri konstruksi, dimana pekerjaan kontraktor belum selesai tetapi klien membutuhkan jaminan bahwa pekerjaan akan selesai.
Sebagai informasi, retensi adalah jumlah syarat yang tidak dibayarkan sampai syarat yang ditentukan dalam kontrak terpenuhi, atau pembayaran ditahan sampai syarat suatu proyek diperbaiki sesuai kesepakatan. Total nilai retensi biasanya 5% dari nilai kontrak proyek.
Misalnya, dalam kontrak konstruksi kontraktor telah menyelesaikan pekerjaannya dan hanya dibayar 95% dari kontrak. Jadi, 5% sisanya disimpan sebagai tabungan. Besaran 5% adalah jumlah uang yang ditahan jika ada ketidaksempurnaan bangunan dan harus diperbaiki oleh kontraktor.
Retensi dilakukan apabila terjadi kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan pekerjaan oleh kontraktor. Apabila terjadi kerusakan akibat penyalahgunaan dari pengguna, maka pekerjaan pemeliharaan menjadi tidak sah dan akan dikenakan biaya tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kerusakannya.
Jangka waktu retensi biasanya 3-12 bulan, tergantung klausul yang ditentukan dalam kontrak. Setelah masa pemeliharaan atau kondisi proyek sesuai dengan kesepakatan, uang yang ditahan akan dibayarkan kepada kontraktor.
Retensi dimulai setelah berita acara penyerahan tahap pertama. Setelah berakhirnya masa retensi, biasanya pekerjaan kontraktor ditinjau kembali.
Jika pekerjaan sudah dinyatakan layak, maka dibuat laporan penyerahan pekerjaan tingkat kedua. Jika berita acara serah terima tahap kedua sudah ditandatangani, maka kewajiban kontraktor sudah selesai dan uang jaminan sudah bisa dicairkan.
Contoh Permohonan Faktur Pajak Retensi
Mengenai pelaksanaan faktur pajak retensi, berikut adalah contoh transaksi retensi. Misalnya, pada surat perintah kerja (SPK) di perusahaan jasa konstruksi, syarat pembayarannya tertulis berupa uang muka 40%. Kemudian, pembayaran 55% dilakukan setelah pembayaran selesai, dan retensi 5% dilakukan tiga bulan setelah proyek selesai. Sedangkan nominal pembayaran yang dilakukan adalah Rp 100 juta.
Untuk transaksi ini, faktur pajak retensi dibuat yang berisi informasi berikut:
Payment Payment = 40% x IDR 100,000,000 = IDR 40,000,000 PPN Payment Page = 11% x IDR 40,000,000 = IDR 4,400,000 Payment After completion = 55% x IDR 100,000,000 = IDR 50,000,000 = 100,000,000 RM00,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000000000,000 100 Million = IDR 5,000,000 Retention PPN = 11% x Rp5.000.000 = Rp550.000
Untuk transaksi retensi ini, faktur pajak diterbitkan pada saat uang muka diterima. Kemudian, diterbitkan Faktur Pajak kedua pada saat pekerjaan selesai, dimana tertulis nominal pekerjaan dikurangi uang muka.
Perlu diingat, setelah penyerahan retensi tidak perlu membuat faktur pajak. Sebab, pelayanan kena pajak telah diberikan sepenuhnya.