Kementerian ESDM membuka opsi penggunaan dana Kemitraan Transisi Energi Adil atau JETP untuk mempercepat program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU).
Program yang sering disebut de-dieselization ini dipandang sebagai jalan pintas untuk upaya pengurangan emisi karbon dari sektor pembangkit listrik.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan program dedieselisasi pembangkit listrik merupakan langkah efektif untuk menurunkan emisi karena membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU).
“Pemerintah ingin mempercepat konversi solar ke gas, kemudian dari gas ke pembangkit EBT. Langkah ini paling cepat jika ingin menurunkan emisi,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (17/10). 11). 2).
Melalui pembiayaan transisi modal atau energi senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang disepakati pada KTT G20 November lalu, pemerintah berencana mengambil beberapa langkah untuk mengurangi emisi gas karbon, terutama dari sektor pembangkit listrik.
Selain untuk menutup program pensiun dini PLTU, pendanaan JETP akan disalurkan untuk membangun infrastruktur pembangkit listrik EBT. Sumber pendanaan JETP disalurkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, beberapa negara G7 serta Denmark, Norwegia dan Uni Eropa.
Dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk hibah, pinjaman lunak, dan pinjaman komersial. “Tidak sebatas pensiun dini PLTU, ada juga persoalan lainnya. Mudah-mudahan dedieselisasi bisa masuk dalam pembiayaannya,” kata Arifin.
Namun, Arifin mengatakan pendanaan JETP tidak mungkin digunakan sebagai modal investasi untuk teknologi carbon capture, use and storage (CCUS).
Teknologi CCUS dikatakan memiliki dua peran yaitu untuk mendorong produksi minyak dan gas (migas) sekaligus mengurangi emisi karbon di sektor migas. “Tapi di JETP tidak ada carbon capture, nanti akan ketahuan dari skema lain,” ujar Arifin.
CCUS di industri migas dianggap penting dalam upaya meminimalkan krisis iklim dan mendorong pembangunan hijau dalam transisi energi menuju Net Zero Emissions pada tahun 2060 melalui pengurangan emisi karbon sekitar 25 juta ton CO2 dan peningkatan produksi migas hingga 300 miliar kaki kubik standar (BSCF) hingga 2035.