Pemerintah masih mengkaji rencana pelarangan ekspor konsentrat tembaga yang diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Pertengahan Februari lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Erlangga Hartarto menyatakan kebijakan pelarangan ekspor tembaga pada Juni 2023 belum final dan akan dikaji lebih lanjut dampak penerapannya.
Menurut Direktur Eksekutif Institute of Economic and Financial Development (Indef) Tauhid Ahmad, ada dua hal yang perlu diperhatikan pemerintah sebelum memberlakukan larangan ekspor tembaga mentah.
Pertama adalah soal kemauan industri penerbitan untuk mewujudkan tujuan hilirisasi yang dicanangkan pemerintah.
“Begitu juga industri turunan terkait hilirnya sudah siap atau belum. Jangan sampai kebijakan ini diputuskan, tapi (industri turunan di level 1 dan 2) belum ada atau belum siap,” ujar Tauhid.
Lanjutnya kalau belum siap, ada shock, kosong. Nah, ini harus disediakan.
Yang kedua dari investor. “Jangan sampai terhentinya ekspor tembaga mentah menyebabkan kerugian bagi Indonesia. Jika kita melarang ekspor, negara lain akan menggantikan kita.”
“Itu akan menjadi tantangan bagi kami. Jadi perhitungannya harus tepat terkait penghentian ekspor tembaga mentah,” jelasnya.
Apabila kedua hal tersebut telah dipertimbangkan dengan matang dalam memberlakukan larangan ekspor konsentrat tembaga, maka tujuan awal yang dicanangkan pemerintah akan tercapai dengan sempurna.
“Jadi jangan salah langkah. Kesiapsiagaan hilirisasi harus ada, jadi harus dilihat dulu apakah ada yang mau berinvestasi di industri derivatif. Jangan sampai ada investor, investasi tidak bergerak, ekspor tidak bisa, “sebenarnya akan tidak produktif,” katanya. .
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengelolaan Mineral dan Batubara (Minerba), Irwandy Arif baru-baru ini mengatakan pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan pelarangan ekspor mineral mentah yang belum diumumkan secara jelas. , terutama tembaga. komoditas.
Irwandy mengatakan, untuk saat ini komoditas tembaga masih dalam pertimbangan pihak terkait. Namun, dia menegaskan larangan ekspor mineral mentah itu tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
“Betul semuanya masih dalam proses, kami belum tahu konsentrat tembaga. Yang pasti bauksit akan dilarang pada Juni (2023),” kata Irwandy akhir Februari 2023.
Seperti diketahui, saat ini ada dua smelter tembaga yang sedang dibangun. Pertama, smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Area Tambang Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), diproyeksikan beroperasi pada akhir 2024 dengan kapasitas input 900.000 ton.
Kedua, smelter milik PT Freeport Indonesia yang memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton per tahun.
Kedua smelter ini akan melengkapi dua smelter yang sudah beroperasi. Sebelumnya ada smelter milik PT Smelting di Gresik, Jawa Timur dan Batutua Peleburan.
Sementara itu, produksi tahunan konsentrat tembaga yang mencapai 4 juta ton per tahun belum dapat terserap seluruhnya mengingat volume kapasitas smelter nasional hanya 1,3 juta ton dari dua unit smelter tersebut.