Komisi VII Dewan Rakyat (DPR) mengapresiasi langkah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang telah melakukan berbagai upaya pengurangan emisi karbon. Hal ini dilakukan untuk mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal. Hingga tahun 2023, PLN telah berhasil menurunkan emisi karbon sekitar 50 juta ton CO2.
Anggota Komisi VII DPR Lamhot Sinaga meminta PLN melanjutkan transisi energi. “Percepatan PLN untuk mencapai Net Zero Emission patut diapresiasi. Upaya PLN seperti dedieselisasi perlu didukung,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip Kamis (6/7).
Senada dengan itu, Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian juga mendukung langkah PLN melaksanakan transisi energi. Menurutnya, pengurangan emisi karbon dari PLN cukup signifikan.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan penurunan emisi CO2 sebesar 50 juta ton berasal dari business as usual, yang semula 334 juta ton CO2, turun menjadi 284 juta ton CO2. “Berbagai upaya dekarbonisasi telah kami lakukan karena kami telah menjadi lokomotif pengurangan emisi karbon di Indonesia,” ujarnya.
Untuk mengurangi emisi, PLN menggunakan teknologi co-firing di 37 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Co-firing adalah pembakaran dua jenis bahan bakar yang berbeda secara bersamaan dengan menambahkan bahan bakar lain dalam PLTU yang menggunakan batubara.
Insinerasi bersama menggunakan biomassa yang terbuat dari palet kayu atau sampah. Teknologi ini dapat mengurangi emisi karbon hingga 1,2 juta ton CO2.
Pengurangan emisi juga dihasilkan dari peningkatan efisiensi jaringan transmisi dan pembangkitan. Upaya ini dapat mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2. PLN juga menggunakan gas buang dari gas siklus gabungan dan pembangkit listrik tenaga uap untuk menghasilkan listrik tambahan. Upaya ini dapat mengurangi emisi sebesar 7 juta ton CO2.
Darmawan mengatakan, pihaknya juga terus membangun pembangkit energi terbarukan. Menurutnya, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang disusun oleh perusahaan dan pemerintah merupakan RUPTL paling hijau sepanjang sejarah.
Pasalnya, 51 persen pembangunan pembangkit listrik akan menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Ia menambahkan, PLN juga telah mengganti teknologi di PLTU yang sebelumnya memiliki teknologi subcritical menjadi PLTU dengan teknologi supercritical dan ultrasupercritical. Strategi ini mampu menurunkan emisi sebesar 15,4 juta ton CO2.
“Ini dilakukan bukan karena kesepakatan internasional, tapi untuk memastikan generasi mendatang lebih baik dari hari ini,” pungkas Darmawan.