Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan perdagangan karbon di Indonesia belum bisa dilakukan dalam waktu dekat. Pasalnya, batas maksimum emisi karbon yang dapat diterima oleh suatu entitas belum ditentukan.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan aturan perdagangan karbon masih dalam tahap pembahasan antar kementerian. Menurutnya, salah satu hal yang menjadi fokus utama adalah penetapan batas emisi yang masuk dalam bidang Kementerian ESDM.
“Karena Pak Menteri ESDM sempat menyampaikan bahwa pelepasan diperbolehkan sebanyak itu, ini dilakukan di bawah pengelolaan Pak Arifin,” kata Siti Nurbaya kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (21/10). /12). 12).
Siti mengatakan, salah satu tantangan yang dihadapi akhir-akhir ini adalah penetapan batas emisi untuk setiap kegiatan. Menurutnya, toleransi batas emisi di setiap sektor yang mengeluarkan emisi karbon seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sektor migas, kehutanan dan industri akan berbeda.
“Pada dasarnya batas emisi harus dihitung terlebih dahulu. Sampai saat ini setiap kegiatan masing-masing kementerian sedang disusun, karena penetapan batas emisi harus dilakukan setiap kegiatan,” kata Siti.
Memang Indonesia memiliki peluang besar dalam perdagangan karbon karena memiliki modal hutan tropis terbesar di dunia dengan luas 125,9 juta hektar, hutan mangrove 3,31 juta hektar, dan lahan gambut 7,5 juta hektar. Masing-masing mampu menyerap 25,18 miliar ton karbon, 33 miliar ton karbon, dan 55 miliar ton karbon.
Sejauh ini, pemerintah telah melakukan uji coba pasar karbon selama dua minggu di pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), yang menghasilkan total transaksi Rp 1,5 miliar. Karbon yang ditransfer mencapai 42.455,42 ton CO2.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Research Institute for Decarbonisation (IRID), Moekti Handajani Soejachmoen mengatakan, keberadaan pasar karbon atau nilai ekonomi karbon tidak bisa dilakukan begitu saja karena ada beberapa syarat utama yang harus dipenuhi.
Salah satu syarat yang harus dihadirkan adalah adanya permintaan yang menjadi dasar terciptanya pasar karbon. Dasarnya adalah entitas atau pihak yang mengeluarkan karbon dari batas emisi yang ditetapkan dan ada juga entitas yang emisinya di bawah batas emisi yang ditetapkan.
“Bagaimana cara mengajukan permintaan, ini perlu dibuat dan perlu ada simulasinya,” kata Moekti Handajani saat menjadi pembicara dalam webinar Katadata Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022 ‘Recover Stronger Recover Sustainable’, Selasa (23/10). ). /8).
Selain itu, beberapa kendala yang sering dihadapi perusahaan berupa akses teknologi, pembiayaan dan regulasi juga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan swasta.
“Salah satu isu terbesar dalam pajak karbon adalah akses teknologi, regulasi dan pembiayaan. Dua hal yang terkena dampak langsung dari industri adalah pembiayaan dan akses teknologi,” ujar Moekti.