Negara-negara ASEAN masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk pembangunan industri dan ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ASEAN membutuhkan investasi hingga US$ 27 miliar atau Rp 406 triliun per tahun untuk mencapai target bauran energi pada 2025.
Sri Mulyani menjelaskan, energi fosil menyumbang lebih dari 75% bauran energi di ASEAN pada 2019. Negara-negara ASEAN menargetkan pangsa energi terbarukan dari 14% menjadi 23% bauran energi pada 2025.
“Namun, dari 2016 hingga 2021, kita hanya menghabiskan US$ miliar setahun untuk energi terbarukan. Jadi kurang dari sepertiga yang dibutuhkan,” kata Sri Mulyani dalam Seminar Financing Transition ASEAN di Nusa Dua, Bali, Kamis (30/30). . /3).
Dia menjelaskan pangsa batubara dalam konsumsi energi di ASEAN akan mencapai 32% pada 2022. Indonesia memiliki pangsa yang lebih penting. “Jadi, sangat penting bagi ASEAN untuk mengatasi di satu sisi, kebutuhan akan ketahanan energi tetapi juga pada saat yang sama, keterjangkauan dan keberlanjutan energi,” ujarnya.
Keterjangkauan yang dimaksud, menurut Sri Mulyani, adalah harga energi yang wajar bagi masyarakat, industri, ekonomi, anggaran pemerintah, dan dalam hal dukungan termasuk subsidi. Menurutnya, upaya merancang pembiayaan transisi energi di ASEAN sangat penting. Kawasan ini memiliki akses terbatas ke pasar modal internasional dan kekurangan mobilisasi sumber daya domestik untuk merancang mekanisme transisi energi dan kerangka kerja kebijakan yang tepat.
“Oleh karena itu, saya menyampaikan apresiasi kepada ADB yang telah bekerja sama dengan Indonesia untuk meluncurkan mekanisme transisi energi,” ujarnya.
ETM, menurutnya, merupakan rancangan kerangka kebijakan untuk memobilisasi program keuangan campuran dan menciptakan harga energi terbarukan. Mekanisme ini bertujuan untuk mengamankan pembiayaan tidak hanya untuk proyek energi terbarukan, tetapi juga untuk pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
Untuk ASEAN yang diketuai Indonesia juga baru saja merilis green taxonomy edisi kedua, yang antara lain mengklasifikasikan proyek pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU sebagai proyek hijau. Panduan ini akan memberikan kejelasan kepada investor yang ingin berinvestasi dalam proyek ramah lingkungan atau berkelanjutan.
Taksonomi hijau adalah sistem klasifikasi, yang mendefinisikan daftar kegiatan ekonomi ramah lingkungan. Klasifikasi tersebut didasarkan pada kegiatan usaha yang mendukung upaya perlindungan lingkungan dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.
Sri Mulyani menjelaskan taksonomi ASEAN edisi kedua telah mengakomodir kebutuhan transisi energi ini untuk negara-negara seperti Indonesia. Taksonomi ini tidak hanya mencakup klasifikasi pembangunan untuk proyek energi baru dan terbarukan, tetapi juga upaya penghapusan pembangkit listrik, terutama batu bara.
“Ini adalah kemajuan yang nyata, dan saya melihat banyak itikad baik dari tingkat internasional, dari kawasan ASEAN, dan dari dalam Indonesia, untuk benar-benar melaksanakan komitmen ini guna menghindari bencana perubahan iklim,” kata Sri Mulyani dalam sambutannya. Konferensi Pers: Pembiayaan Transisi ASEAN di Nusa Dua, Bali pada Kamis (30/2).