Pengertian Gonogini: Asal Usul, Aturan, dan Implementasi dalam Masyarakat Indonesia
Dalam kehidupan rumah tangga, terutama setelah berlangsungnya perkawinan, sering kali muncul persoalan mengenai pengelolaan dan pembagian harta. Di Indonesia, terdapat istilah yang cukup familiar dalam konteks hukum perkawinan, yaitu gonogini. Meski istilah ini sering terdengar di lingkungan masyarakat tradisional maupun ranah hukum modern, banyak yang belum memahami secara jelas arti, ruang lingkup, serta penerapannya.
Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai pengertian gonogini, latar belakang sejarahnya, dasar hukum, serta implementasinya dalam kehidupan rumah tangga di Indonesia.
Apa Itu Gonogini?
Secara sederhana, gonogini adalah istilah yang merujuk pada harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan. Kata gonogini berasal dari bahasa Jawa, yaitu dari kata “gono” (milik) dan “gini” (bersama). Dengan demikian, gonogini berarti benda atau harta yang dimiliki dan dikelola oleh suami dan istri secara bersama.
Dalam konteks hukum modern, istilah ini dikenal dengan sebutan harta bersama atau harta gono-gini. Harta ini tidak termasuk harta bawaan atau harta pribadi masing-masing pasangan sebelum menikah ataupun harta hibah dan warisan, kecuali dinyatakan sebagai bagian dari harta bersama.
Asal Usul dan Latar Budaya Konsep Gonogini
Konsep gonogini sudah ada jauh sebelum hukum nasional diberlakukan. Istilah ini lahir dari adat Jawa dan berkembang di masyarakat Nusantara sebagai bentuk penghargaan terhadap kontribusi suami maupun istri dalam membangun rumah tangga.
Di masa lalu, meskipun seorang istri tidak bekerja di ranah publik, ia dianggap berkontribusi terhadap keberlangsungan rumah tangga—misalnya dengan mengurus anak, mengelola keuangan, atau membantu usaha keluarga. Konsep gonogini mengakui bahwa keberhasilan ekonomi rumah tangga tidak hanya berasal dari satu pihak saja.
Dengan demikian, nilai gonogini tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga sarat nilai budaya dan keseimbangan peran dalam keluarga.
Dasar Hukum Gonogini di Indonesia
Walaupun berasal dari adat, konsep ini telah diterima dalam hukum perkawinan Indonesia. Beberapa aturan yang mengakui harta gonogini antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Pada pasal 35 disebutkan bahwa:
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”
Ini menguatkan bahwa gonogini secara legal dianggap sebagai harta bersama, bukan milik pribadi salah satu pasangan.
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Dalam konteks masyarakat Muslim, KHI pasal 85–97 secara jelas mengatur tentang:
- Hak atas harta bersama
- Pemanfaatan selama perkawinan
- Pembagian setelah perceraian
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
Dalam hukum perdata, aturan mengenai harta bersama dikaitkan dengan sistem percampuran harta kecuali ada perjanjian pranikah.
Jenis-Jenis Harta dalam Perkawinan
Untuk memahami gonogini, kita perlu membedakan beberapa kategori harta:
| Jenis Harta | Keterangan |
|---|---|
| Harta Bawaan | Harta yang dimiliki sebelum menikah |
| Harta Bersama (Gonogini) | Harta yang diperoleh selama perkawinan |
| Harta Warisan / Hibah | Milik pribadi kecuali disetujui sebagai harta bersama |
| Harta Campuran | Kombinasi antara bawaan dan harta baru |
Dengan klasifikasi ini, suami atau istri yang memiliki aset sebelum menikah tetap memiliki hak penuh atas aset tersebut.
Bagaimana Status Gonogini dalam Perceraian?
Salah satu momen ketika istilah gonogini paling sering muncul adalah saat terjadi perceraian. Harta yang diperoleh selama perkawinan otomatis menjadi subjek pembagian.
Beberapa prinsip pembagiannya meliputi:
- Pembagian merata (50:50) apabila tidak ada perjanjian perkawinan.
- Pembagian berdasarkan kontribusi apabila ada bukti yang menunjukkan porsi masing-masing.
- Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri, tergantung agama dan yurisdiksi.
Beberapa kasus juga memerlukan penilaian pihak appraisal untuk menentukan nilai ekonomi aset.
Kapan Gonogini Tidak Berlaku?
Gonogini tidak berlaku apabila:
- Ada perjanjian pranikah (prenup) yang memisahkan harta.
- Harta diperoleh sebelum menikah.
- Aset didapat sebagai hibah, hadiah, atau warisan pribadi.
Dengan berkembangnya kesadaran hukum modern, perjanjian pranikah maupun postnuptial agreement semakin umum digunakan untuk mengatur kepemilikan aset.
Makna Filosofis Gonogini
Selain aspek hukum, gonogini memiliki makna mendalam terkait:
- Kesetaraan dalam rumah tangga
- Pengakuan kontribusi istri atau suami secara nonmaterial
- Nilai gotong royong dan kebersamaan
Konsep ini mempertegas bahwa perkawinan bukan hanya hubungan emosional, tetapi juga kerja sama dalam membangun kehidupan.
Kesimpulan
Gonogini merupakan istilah hukum adat yang mengacu pada harta bersama yang diperoleh selama perkawinan. Konsep ini diakui dalam sistem hukum Indonesia dan menjadi salah satu aspek penting dalam hubungan finansial dalam rumah tangga, terutama saat terjadi perceraian atau pembagian aset.
Dengan memahami konsep gonogini, pasangan suami-istri dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan, menghargai kontribusi satu sama lain, dan meminimalisir konflik.