liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI
SVLK, Jaminan Legalitas dan Kelestarian Hasil Hutan Indonesia

Tanggal 1 Maret 2023 menandai era baru dalam perjalanan SVLK sebagai penjamin kelestarian hasil hutan Indonesia, khususnya kayu. Terhitung sejak tanggal tersebut, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.9985/2022 tentang Standar dan Pedoman Penerapan Sistem Verifikasi Keabsahan dan Kelestarian (SVLK) telah dilaksanakan.

Standar dan pedoman implementasi SVLK terbaru dirancang untuk memastikan bahwa hasil hutan Indonesia, khususnya kayu, dihasilkan dari kegiatan yang legal dan dikelola secara lestari. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Krisdianto mengatakan, saat ini perlu dipastikan bahwa hasil hutan tidak hanya diperoleh dari sumber yang legal, tetapi juga diproduksi secara lestari dan lestari.

EKSPOR PLYWOOD (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/wsj.)

Upaya Menuju Pengelolaan Hutan Lestari

SVLK saat ini telah berubah. Awalnya SVLK merupakan singkatan dari Timber and Legality Assurance System. Sekarang telah beralih ke Sistem Verifikasi Validitas dan Keberlanjutan. Dengan perubahan dari ‘Kayu’ menjadi ‘Keberlanjutan’, SVLK kini menekankan aspek keberlanjutan dalam semua kegiatan dari hulu hingga hilir.

Menurut Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Agus Justianto, ada tiga hal yang harus dicapai dalam implementasi SVLK terbaru. Pertama, meningkatkan kredibilitas, transparansi, dan ketertelusuran dengan menggunakan teknologi informasi dan geolokasi.

Kedua, menjaga pengelolaan dan pemanfaatan hutan dengan memperhatikan aspek kelestarian sesuai dengan fungsinya. Ketiga, sebagai tanda penerapan logo ‘SVLK Indonesia’ terbaru dan penambahan ‘Keberlanjutan’ untuk produk yang berasal dari sumber berkelanjutan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya telah mempromosikan logo SVLK terbaru pada 26 November tahun lalu melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.1179/MENLHK/PHPL/HPL.3/11/2021 tentang Penandaan SVLK. Logo ini merupakan tanda yang menyatakan bahwa hasil hutan dan produk yang berlogo telah memenuhi standar keaslian dan kelestariannya serta memenuhi persyaratan untuk menyatakannya.

Pencapaian pemulihan menuju lestari ini dapat ditelusuri dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah tata kelola hutan. Peraturan ini selanjutnya diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Kehutanan.

Dengan standar dan pedoman terbaru, juga terjadi perubahan pada sertifikat yang digunakan. Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) diubah menjadi Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL) dan Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) menjadi S-Legalitas.

Kedua sertifikat ini wajib dimiliki oleh produsen, khususnya kayu, sebelum memasarkan produknya. Bagi eksportir kayu, sertifikat ini merupakan persyaratan hukum dalam menerbitkan dokumen legal bersertifikat (V-legal) yang merupakan persyaratan ekspor.

Penekanan pada aspek berkelanjutan mengandung makna upaya penguatan ketertelusuran asal-usul produk, perlindungan ekosistem hutan, perlindungan masyarakat adat atau lokal, dan penjaminan perlindungan hak asasi manusia.

peringkat SVLK

SVLK dibuat oleh pemangku kepentingan yang melibatkan unsur pemerintah, pengusaha, akademisi, lembaga penilai, organisasi publik hingga pemantau independen kehutanan. Sistem ini memuat standar, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian yang disepakati para pihak.

Ada empat aspek yang dinilai untuk mendapatkan sertifikat SVLK, yaitu aspek prasyarat, produksi, ekologi, dan sosial. Setiap aspek memiliki indikator yang harus dipenuhi dengan standar penilaian buruk, sedang, baik.

Penilaian dari segi prasyarat meliputi kepastian kawasan yang dikelola oleh pemegang izin, komitmen pemegang izin atas persetujuan masyarakat setempat tanpa paksaan untuk menghindari konflik akibat kegiatan perusahaan. Evaluasi aspek produksi meliputi penataan areal kerja jangka panjang, penerapan teknologi ramah lingkungan, jaminan kelestarian fungsi hutan lindung, hingga kemampuan finansial perusahaan.

Sedangkan indikator pada aspek ekologi meliputi komitmen untuk menjaga fungsi hutan lindung, perlindungan dan keamanan hutan, pengurangan dampak lingkungan akibat kegiatan pemanfaatan hutan, hingga komitmen untuk melindungi keanekaragaman hayati hutan. Pada aspek sosial, indikator evaluasi meliputi batas yang jelas antara wilayah kerja dan wilayah kepemilikan tanah oleh masyarakat setempat, berkurangnya konflik sosial, dan tersedianya pembagian keuntungan kepada masyarakat.

Penilaian atau audit terhadap pemegang izin dilakukan oleh Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen yang terdaftar di Komite Akreditasi Nasional. Hasil evaluasi dikategorikan baik, sedang, dan buruk. Hanya pemegang izin yang mendapat nilai baik dan rata-rata yang dapat diberikan sertifikat S-PHL.

Untuk menjaga kredibilitas SVLK, pemantau independen bertanggung jawab memantau pekerjaan pemegang izin dari hulu hingga hilir. Salah satunya adalah membuktikan kesesuaian penilaian yang diperoleh pemegang izin dengan kondisi aktual di lapangan.

Jika pemantau independen menemukan pelanggaran dari keempat aspek tersebut, lembaga penilai akan melakukan audit khusus. Temuan dari audit khusus ini akan menentukan keberlangsungan S-PHL atau S-Legality yang dimiliki oleh pemegang izin.

Perjalanan SVLK

SVLK sebagai sistem yang menjamin keabsahan dan kelestarian kayu dan hasil hutan lainnya telah dikembangkan sejak tahun 2003. Sistem ini telah diterapkan sejak September 2010 setelah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan P.38/MENHUT-II/2009 tentang Pedoman dan Standar Evaluasi Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Pengesahan Kayu pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.

Sejak itu, SVLK menjadi sistem wajib atau harus diikuti sebelum produk kayu diperdagangkan. Produsen atau pemegang izin usaha pemanfaatan hutan wajib melakukan sertifikasi dan verifikasi sesuai dengan ketentuan SVLK. Jika tidak, aktivitas mereka di hutan dan hasil bumi yang mereka hasilkan dinyatakan ilegal.

Sistem tersebut diimplementasikan secara penuh dalam skema Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) pada April 2016. FLEGT-VPA adalah lisensi Uni Eropa yang bertujuan untuk memberantas penebangan liar dengan memperkuat tata kelola hutan yang berkelanjutan dan mempromosikan perdagangan kayu legal. Implementasinya berada di bawah payung perjanjian bilateral antara negara produsen, seperti Indonesia, dan Uni Eropa.

Hingga saat ini, Indonesia merupakan satu-satunya negara produsen yang berhasil mendapatkan lisensi FLEGT melalui penerapan sistem SVLK. Artinya, produk yang sudah mengantongi SVLK tidak perlu diuji keabsahan aslinya untuk masuk ke negara-negara Uni Eropa karena dianggap sah.

Sejak diterapkan pada 2010, peraturan terkait SVLK telah mengalami sembilan kali perubahan. Agus Justianto mengatakan regulasi terkait SVLK akan terus dimutakhirkan untuk meningkatkan tata kelola hutan lestari.

Salah satu perbaikan dalam perubahan terakhir adalah penempatan hasil hutan bukan kayu dalam penilaian SVLK seperti madu, rotan, damar, kopi dan bambu. Penilaian ini akan memastikan bahwa hasil hutan bukan kayu yang beredar di pasar nasional dan global bebas dari risiko pengelolaan hutan yang tidak lestari.

Penerapan SVLK selama enam tahun terakhir diklaim telah meningkatkan ekspor hasil hutan kayu. Nilai ekspor pada 2021 mencapai US$13,56 miliar, dan pada 2022 meningkat menjadi US$14,51 miliar. Nilai tersebut diklaim tertinggi dalam lima tahun terakhir.