Kementerian ESDM akan menggunakan mekanisme kuota pengguna pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dari sektor rumah tangga hingga industri. Hal ini bertujuan untuk memastikan pemasangan pembangkit energi bersih memenuhi persyaratan dan dikhususkan untuk penggunaan pribadi.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Andriah Feby Misna mengatakan penetapan itu akan diatur dalam revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen) No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap Tersambung ke Pemegang Izin Jaringan Listrik. Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Feby menjelaskan aturan terbaru memungkinkan pengguna bebas dari batasan kapasitas instalasi untuk setiap pelanggan dari PLN. Penghapusan batas kapasitas ini bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada konsumen untuk memasang PLTS rooftop.
“Mereka bisa pasang tanpa batasan kapasitas asalkan tidak ekspor dan kuotanya masih sesuai,” ujar Feby saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (1/3).
Penerapan sistem kuota yang ditentukan PLN bertujuan untuk menyesuaikan kapasitas transmisi PLN untuk menampung listrik dari energi baru dan terbarukan. Melalui mekanisme kuota, pengguna PLTS atap tidak bisa mengekspor atau menjual listrik ke PLN.
Revisi Permen tersebut masih dalam pembahasan untuk koordinasi di Kementerian Hukum dan HAM. “Infrastruktur dari PLN untuk intermiten juga masih terbatas, sehingga kuota listrik PLTS rooftop disesuaikan dengan berapa yang bisa masuk ke sistem PLN,” ujar Feby.
Kementerian ESDM akan bertemu dengan PLN untuk menentukan kuota pembangunan PLTS rooftop. Usulan penetapan kuota juga beragam. Kemungkinan kuota akan ditentukan per wilayah, per subsistem atau per kelompok pelanggan.
Sebelumnya, Persatuan Pemasang PLTS Atap Indonesia atau Perplatsi menolak rencana Kementerian ESDM untuk merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021.
Mereka menilai, revisi aturan pemasangan solar roof justru dapat memperlambat pertumbuhan instalasi solar rooftop di dalam negeri, khususnya untuk sektor instalasi rumah tangga.
Ketua Umum Perplatsi, I Gusti Ngurah Erlangga mengatakan, peninjauan aturan tersebut akan mempersulit proses pemasangan PLTS rooftop skala rumah tangga. Hal ini dapat berimplikasi pada peningkatan harga investasi di luar kemauan pelanggan untuk membayar.
Menurut Erlangga, aturan yang direvisi itu akan berdampak pada penghapusan net metering dan sistem kuota. Hal ini dapat mengakibatkan pemasangan PLTS atap skala kecil menjadi tidak layak secara ekonomi.
“Hal ini akan mempengaruhi laju pertumbuhan PLTS rooftop di Indonesia. Kami sangat prihatin Kementerian ESDM terlalu banyak mengakomodir kepentingan PLN dalam revisi rencana Permen ESDM 26,” kata Erlangga dalam siaran persnya, Selasa (14). /2).
Perplatsi juga menegaskan adanya sistem kuota sebagai celah bagi PLN untuk mengendalikan pertumbuhan PLTS atap. Sistem kuota dalam rancangan peraturan revisi saat ini akan menciptakan iklim persaingan yang tidak sehat antara anak perusahaan PLN yang masuk ke bisnis energi surya atap dan pengembang swasta.