Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu dengan Menteri Ekonomi dan Aksi Iklim Jerman Robert Habeck, membahas beberapa isu penting, khususnya di sektor ekonomi hijau.
Airlangga bertemu dengan Habeck di Berlin usai menyelesaikan pembukaan paviliun Indonesia di Hannover Messe 2023. Airlangga mengatakan Indonesia dan Jerman telah menandatangani perjanjian bisnis di berbagai sektor seperti transisi energi, industri hilir untuk mempercepat penyelesaian IEU-CEPA, terutama terkait fleksibilitas dalam isu keberlanjutan.
“Indonesia memiliki komitmen kuat di bidang lingkungan, termasuk isu keberlanjutan dan deforestasi. Namun, upaya penguatan ini jangan sampai mempengaruhi penghidupan petani kecil dan UKM,” kata Menko Airlangga.
Salah satu isu yang didiskusikan dengan Menteri Habeck adalah terkait regulasi antideforestasi Uni Eropa. Menurut Airlangga, hal itu akan mempersulit akses pasar komoditas Indonesia seperti kelapa sawit, kakao, kopi, dan kayu. Airlangga juga meminta bantuan Jerman untuk mendorong kerja sama dalam pengakuan standar yang telah diterapkan di Indonesia.
Terkait industri hilir khususnya pertambangan, Airlangga menegaskan bahwa Indonesia terbuka terhadap investasi asing guna meningkatkan nilai tambah dan rantai nilai global yang berpedoman pada aspek keberlanjutan.
Selanjutnya, kedua Menteri sepakat untuk membentuk kelompok kerja di bawah platform JEIC, salah satunya bidang energi dengan melibatkan Kementerian/Lembaga. Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga mengusulkan peningkatan kerjasama dalam pengembangan kapasitas produksi industri semikonduktor yang telah beroperasi sejak 1995 oleh perusahaan Jerman di Indonesia. Selain itu, Menko Airlangga juga menambahkan akan mempererat kerja sama pengembangan produksi solar panel di Indonesia dengan Jerman.
Sebelumnya, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket menegaskan aturan deforestasi dan degradasi hutan berlaku untuk semua komoditas yang masuk ke wilayahnya tanpa terkecuali. Komoditas prioritas meliputi; kedelai, kelapa sawit, kayu, daging sapi, coklat, karet, kopi, dan beberapa produk turunannya seperti kulit, coklat dan mebel.
“Tidak ada diskriminasi dalam aturan ini. Aturan itu juga berlaku untuk komoditas yang diproduksi di Uni Eropa,” ujarnya.